MerahPutih.com – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali diuji kenegarawanan dan konsistensinya dalam melaksanakan Konstitusi dengan adanya permohonan uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) terkait usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres),
Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PKS, Hidayat Nur Wahid mengatakan bahwa hal itu sebagai open legal policy (kebijakan hukum terbuka) yang menjadi wilayah DPR dan Pemerintah selaku pembentuk undang-undang dan bukan ranahnya MK.
Baca Juga
Titi Anggraini: Usia Capres-Cawapres Kewenangan Pembentuk UU, Bukan MK
“Sikap konsistensi MK ini kembali diuji, untuk mengembalikan kepercayaan Rakyat Indonesia terhadap MK sebagai pengawal konstitusi yang independen, dan jauh dari kooptasi kekuatan dan kepentingan politik jangka pendek dari pihak manapun juga,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Kamis (3/8).
HNW sapaan akrabnya mengingatkan kembali bahwa berdasarkan UUD NRI 1945, MK merupakan lembaga yang melaksanakan kekuasaan kehakiman yang keanggotaannya dipersyaratkan harus adanya sikap kenegarawanan (Pasal 24C UUD NRI 1945).
Sementara Pasal 24 ayat (1) UUD NRI 1945 juga secara tegas menyebutkan bahwa ‘Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.’
“Jadi, lanjutnya, prinsip kenegarawanan dan keadilan tersebut harusnya selalu ditegakkan oleh semua hakim MK terhadap siapa pun, baik terhadap warga biasa, keluarga pimpinan negara, baik terhadap partai maupun non partai,” jelas HNW.
HNW mengingatkan bahwa sejak putusannya pada 2007, MK berulang kali menolak permohonan yang berkaitan dengan persyaratan usia calon pejabat negara, karena menilai soal batasan usia tersebut adalah kebijakan hukum yang terbuka yang menjadi kewenangan DPR dan Pemerintah, bukan kewenangan MK.
Baca Juga
Elektabilitas Prabowo di Sumatera Barat Ungguli Anies dan Ganjar
Bahkan, pada 2021 lalu, MK juga menolak permohonan uji materi terkait usia calon kepala daerah yang diajukan oleh pemohon dari partai yang sekarang juga melakukan pengujian UU Pemilu ini.
“Dalam putusan tersebut, MK tegas konsisten merujuk kepada putusannya pada tahun 2007 bahwa masalah usia calon pejabat negara bukan masalah konstitusionalitas norma yang menjadi kewenangan MK,” jelasnya.
HNW menjelaskan sikap konsistensi ini perlu ditunjukkan sebagai bentuk kenegarawanan dan penerapan prinsip keadilan. Pasalnya, ada suara dan dugaan kuat di masyarakat bahwa pengujian usia capres/cawapres yang baru dilakukan belakangan ini, karena adanya kepentingan politik pragmatis, ingin meloloskan salah satu figur yang digadang-gadang akan dicalonkan sebagai calon wakil presiden.
“Jangan sampai dugaan ini mendapatkan pembenaran, dengan ketidak konsistenan MK dalam memutus perkara ini,” tegasnya.
Selain itu, HNW juga mengingatkan kontroversi DPR dan Pemerintah yang telah menyampaikan pendapatnya dalam persidangan perkara tersebut, yang seakan memberikan sinyal menyetujui permohonan itu.
Padahal belum ada sikap resmi dari DPR dan Pemerintah yang mengkoreksi keputusan bersama pada bulan Januari 2023 yang lalu bahwa untuk Pemilu 2024 tetap mempergunakan UU Pemilu No 7 tahun 2017 yang antara lain mengatur soal ketentuan syarat usia minimal Capres/Cawapres 40 tahun.
Semua pihak mestinya diingatkan oleh MK untuk fokus saja berkontribusi mensukseskan pelaksanaan Pemilu 2024 (pilpres maupun pileg) sesuai kesepakatan antara Pemerintah, DPR, KPU, Bawaslu dan DKPP.
“Agar Pemilu benar-benar terlaksana dengan prinsip Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil sesuai aturan Konstitusi (Pasal 23 ayat (1) UUD NRI 1945), sehingga hasilnya menghadirkan legitimasi yang tinggi dan manfaat yang luas bagi demokrasi, Rakyat, dan NKRI,” pungkasnya. (Knu)
Baca Juga
Wacana Penurunan Batas Usia Capres-Cawapres Untungkan Generasi Muda