MerahPutih.com – RUU Kesehatan (RUU) tentang RUU Cipta Kerja menimbulkan kontroversi.
Dua ratus perawat anggota Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) juga berdemo di halaman Gedung Kemenkopolhukam, Jakarta Pusat, Rabu (19/4) sore ini.
Baca juga:
RUU Kesehatan akan mengambil kembali BPJS Kesehatan
Massa yang datang dari Jakarta menuntut pemerintah dan DPR merevisi rencana pengesahan RRU Kesehatan dalam RUU Cipta Kerja.
Koordinator Aksi PPNI, Maryanto mengatakan, proyek tersebut berpotensi menghapuskan UU No. 38 Tahun 2014 yang masih sangat relevan untuk mendukung perbaikan sistem kesehatan di Indonesia.
Menurut Maryanto, pencabutan undang-undang tersebut akan melemahkan posisi tenaga kesehatan seperti 30 tahun lalu.
“Kalau dicabut, kami tidak punya landasan hukum. Masyarakat dirugikan dengan penurunan kualitas,” kata Maryanto.
Ia meminta agar UU 38 tidak dicabut atau setidaknya dibacakan agar UU 38 Tahun 2014 tetap berlaku selama tidak bertentangan.
Diketahui latar belakang UU 38 menyebutkan penguatan profesi keperawatan untuk menjamin terselenggaranya pelayanan keperawatan yang bertanggungjawab, bertanggung jawab, bermutu, aman dan terjangkau. Hukum juga mengatur kompetensi, kewenangan, etika, serta aspek moral yang tinggi.
Menurut Maryanto, undang-undang ini juga melayani seluruh kepentingan masyarakat.
“Pencabutan UU Keperawatan akan menurunkan derajat profesi yang saat ini berkembang untuk persaingan global, dan juga dapat menimbulkan masalah, konflik hukum dan sosial antara profesi dan sistem pelayanan kesehatan”, tegasnya.
Karena dari segi materi, RUU tersebut sedikit banyak akan berpengaruh kuat terhadap jalannya profesi keperawatan di masa mendatang.
Baca juga:
UU Kesehatan Kedinasan Inisiatif DPR Meski Ditolak Fraksi PKS
“Makanya kita perlu mengkritisi substansi yang justru akan kontraproduktif dengan tujuan semula,” katanya.
Secara universal, Maryanto menjelaskan bahwa di semua negara UU Keperawatan diatur secara independen.
Namun, jika RUU itu disahkan, secara tidak langsung akan mengurangi kesempatan kerja bagi lulusan perguruan tinggi keperawatan Indonesia.
Sedangkan lulusan keperawatan di Indonesia mencapai 65 ribu-75 ribu per tahun.
“Jadi, sekali lagi PPNI menolak keras substansi RUU Kesehatan yang jelas-jelas telah mendegradasi profesi keperawatan Indonesia. Jadi mohon jangan dicabut undang-undang yang menjadi harapan kami ini,” terang Maryanto yang juga Ketua DPP PPNI Bidang Kesehatan. Kesejahteraan.
Karena itu, kata Maryanto, PPNI yang bermarkas di lebih dari 514 kabupaten/kota dan memiliki lebih dari 800.000 perawat ini akan kembali berdemonstrasi dengan massa yang lebih banyak.
Artinya, PPNI akan terus mendesak pihak terkait untuk mengefektifkan RUU Kesehatan Umum.
Utamanya kepada Menko Polhukam Mahfud MD untuk menyampaikan hal ini kepada Presiden Joko Widodo.
“Aksi hari ini hanyalah pemanasan dan akan menghangatkan mesin organisasi agar pemerintah dan DPR memahami bahwa PPNI sebagai organisasi kesehatan terbesar tidak tinggal diam, dan siap melawan hukum dan kebijakan”, pungkasnya. .Maryanto. (Knu)
Baca juga:
Memperingati Hari Kartini, Philips mempromosikan kesetaraan gender dalam perawatan kesehatan