Ombudsman Dorong Polri Lakukan Evaluasi Sistem Pendidikan di Kepolisian

MerahPutih.com – Seorang terduga pelaku narkoba berinisial DK (38) dianaya hingga tewas oleh oknum anggota Direktorat Narkoba Polda Metro. Atas perbuatannya, tujuh anggota polisi telah ditetapkan sebagai tersangka.

Menanggapi peristiwa tersebut, Anggota Ombudsman RI Johanes Widijantoro meminta Polri segera mengevaluasi sistem pendidikan di kepolisian.

Baca Juga:

KPK Respons Ombudsman: Pemberhentian Brigjen Endar Bukan Ranah Layanan Publik

Evaluasi tersebut tetap harus dilakukan meskipun para pelaku terancam mendapatkan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH).

“Melihat pelanggaran yang dilakukan oleh sembilan anggota Polda Metro Jaya hingga mengakibatkan tewasnya seseorang pelaku narkoba menunjukkan kurangnya pembenahan organisasi di tubuh Polri terkhusus dalam aspek sistem pendidikan anggota,” kata Johannes di Gedung Ombudsman RI, Jakarta, Kamis, (3/8).

Johanes menilai penganiayaan yang dilakukan oknum anggota Polri disebabkan kurangnya komitmen dan kesadaran kolektif dalam melaksanakan bisnis proses teknik penyidikan tindak pidana atau scientific investigation crime.

Seharusnya, kata Johanes, anggota Polri dalam melaksanakan kerja-kerja penyidikan harus berbasis pada pendekatan humanis. Dia pun menyesalkan peristiwa tewasnya terduga pelaku narkoba tersebut.

Baca juga:  KPK Sebut Sistem Pengawasan Internal Ditjen Bea Cukai dan Pajak Lemah

“Hal ini sangat disesali, mengingat Polri telah memiliki Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian,”ujar Johanes.

Lebih lanjut Johanes menyebut kasus tewasnya pelaku pidana di tangan anggota Polri bukan kali ini saja terjadi. Sebelumnya, kasus serupa juga pernah menimpa pelaku tindak pidana di Banyumas pada (2/6).

Ketika itu 11 Anggota Polres Banyumas diproses hukum lantaran telah melakukan penganiayaan terhadap tahanan hingga meninggal dunia.

Baca Juga:

Anggota Ombudsman Heran KPK Pertanyakan Wewenang Saat Respons Laporan Endar

Johanes mengingatkan pihak kepolisian dilarang melakukan intimidasi dan pemaksaan hingga menggunakan kekerasan kepada seseorang agar memberikan keterangan. Hal itu tertuang dalam KUHP Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 Pasal 529.

Walaupun regulasi tersebut belum berlaku secara efektif, Johanes meminta agar pasal tersebut bisa dipahami dan dijadikan pedoman oleh Polri dalam proses penegakan hukum.

Tujuannya untuk mencegah cara-cara kekerasan di lingkungan polri semakin menjadi budaya. Sehingga dapat merusak semangat reformasi hukum pidana nasional yang mengedepankan nilai kemanusiaan dan restoratif.

Baca juga:  Respons PDIP setelah MK Putuskan Sistem Pemilu Tetap Terbuka

Johanes menyatakan pihaknya akan memberikan atensi khusus terhadap tewasnya terduga pelaku narkoba tersebut. Sekaligus mendorong Polri untuk membenahi kualitas sistem pendidikan, terkhusus pada proses penyidikan.

“Ombudsman RI akan memberikan atensi khusus dengan mendorong Polri agar melakukan pembenahan pada kualitas sistem Pendidikan. Khususnya teknis penyidikan di kepolisian agar lebih mendepankan pendekatan humanis yang menghormati HAM,” kata Johanes.

Selain itu, Polri harus melakukan penguatan pengawasan kinerja dan selektif dalam menempatkan personel untuk meminimalisir tindakan represif anggota dalam proses penegakan hukum.

“Jika Pimpinan Polri tidak responsif dalam menyikapi persoalan tersebut maka dikhawatirkan akan berdampak pada semakin terdegradasinya kepercayaan publik terhadap kinerja Institusi Kepolisian,” pungkasnya. (Pon)

Baca Juga:

Ombudsman Buka Opsi Panggil Paksa Firli Bahuri Cs Jika Mangkir di Pemanggilan Ketiga



Source link