Larangan Pakaian Bekas Impor, Adian Kritik Mendag dan Menkop UKM

MerahPutih.com – Keputusan Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan atau Zulhas dan Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki untuk melarang impor pakaian bekas menuai kritik.

Kritik ini dilontarkan politisi PDI Perjuangan (PDIP) Adian Napitupulu. Menurutnya, larangan impor pelit seperti upaya pemerintah memfasilitasi impor pakaian jadi ke dalam negeri.

“Jadi sebenarnya siapa yang dibela Mendag dan Menkop UMKM? Industri garmen di China atau UMKM Indonesia. Mari kita jujur ​​bersama,” kata Adian dalam keterangannya, Sabtu (18/3).

Baca juga:

Sinetron Baswedan mengungkap sisi buruk perdagangan barang bekas impor

Sekjen Persatuan Penggiat Nasional (Pena) 98 ini mengaku memiliki data konkrit bahwa pakaian bekas tidak pernah mempengaruhi keberadaan UMKM Indonesia.

Berdasarkan data Asosiasi Pertekstilan Indonesia, kata Adian, impor pakaian jadi dari China menguasai 80% pasar Indonesia.

“Kita ambil contoh tahun 2019, impor garmen China sebanyak 64.660 ton, sedangkan menurut data BPS, impor pakaian bekas di tahun yang sama hanya 417 ton atau kurang dari 0,6% impor pakaian jadi dari China,” ujarnya. .

Jadi, pada 2020, impor pakaian jadi China mencapai 51.790 ton. Sementara itu, hanya 66 ton atau 0,13% pakaian impor yang diimpor dari dalam negeri.

Selain itu, pada 2021 impor pakaian jadi China akan meningkat menjadi 57.110 ton. Sedangkan impor pakaian bekas hanya menyumbang 8 ton atau 0,01 persen dari impor pakaian China.

“Jika impor garmen China mencapai 80 persen dan impor garmen dari Bangladesh, India, Vietnam dan beberapa negara lainnya sekitar 15 persen, maka sisa ruang pasar produk dalam negeri paling banyak hanya 5 persen. perusahaan seperti Sritex, ribuan UMKM dan impor pakaian bekas”, jelas Adian.

Baca juga:

Menteri Perdagangan membakar puluhan miliar rupiah pakaian bekas impor di Mojokerto

Menurut Adian, dari 417 ton pakaian bekas impor itu tidak semua bisa dijual ke konsumen karena ada yang tidak layak jual. Rata-rata hanya sekitar 25% sampai 30% yang bisa terjual, atau dalam kisaran 100 ton.

“Kalau dikatakan pakaian bekas impor tidak bayar pajak, itu juga bisa diperdebatkan karena data yang saya sampaikan di atas adalah data BPS yang tentunya juga harus didaftarkan ke Bea Cukai”, imbuhnya.

Berdasarkan data itu pula, Adian mempertanyakan tindakan Zulhas dan Teten Masduki yang mendesak pelarangan impor pakaian bekas. Faktanya, 80% UMKM Indonesia terbunuh oleh pakaian yang diimpor dari China.

“Mengapa para menteri tidak mencoba mengkaji regulasi dan staf untuk memberikan ruang hidup yang lebih luas, melatih cara produksi, cara pemasaran dan jika perlu membantu UMKM menembus pasar luar negeri,” katanya.

“Sekali lagi, mencari kambing hitam jauh lebih mudah daripada memperbaiki diri sendiri,” lanjut Adian.

Selama ini, kata anggota DPR RI dari daerah pemilihan Jawa Barat V itu, para menteri belum memberikan argumentasi rasional dalam memburu pelaku. ekonomis.

“Saya berharap para menteri tidak memberikan data dan cerita yang tidak benar kepada presiden tentang dampak impor pakaian bekas terhadap UMKM dan dampak pakaian baru yang diimpor dari China,” tegasnya.

Berdasarkan data di atas, Adian malah berkelakar bahwa larangan impor barang bekas hanyalah permintaan dari para istri atau keluarga karyawan yang tidak rela masyarakat membeli produk mewah dengan harga murah.

“Saya berharap tidak ada kasus orang miskin dipukuli karena memakai pakaian bermerek yang dibelinya di Gede Bage atau Pasar Senen yang warna, merk dan motifnya sama dengan baju branded anak pejabat pemilik Rubicon”, pungkasnya. (Lb)

Baca juga:

DPR menyebut impor pakaian bekas merusak martabat bangsa



Source link