Kepedulian (empati) terhadap sesama di masa pandemi covid-19 perlu jadi pedoman hidup kita. Tindakan berempati di masa pandemi covid-19 mustinya diupayakan.
Tak dapat dipungkiri jika berempati merupakan nilai karakter yang sangat penting. Sebab sisi humanis kita menjadi satu pendorongnya.
Cerminan berempati dapat diidentifikasi misalkan memberikan bantuan makanan dan keperluan sehari-hari kepada warga yang sedang menjalani isolasi mandiri (isoman). Tentu saja lebih lengkap jika melalui koordinasi dengan maksimal.
Roger Ebert (2011) menyetujui jika berempati sebagai hal paling esensial dalam bermasyarakat. Oleh karena itu, kita tidak bisa menganggap remeh kejadian-kejadian masyarakat yang terdampak akibat pandemi covid-19.
Berbagi dan saling mendoakan untuk kesembuhan tetangga dan warga sekitar sangat penting bagi kita. Sebab pertumbuhan dari covid-19 ini sangat membahayakan bagi kita.
Oleh karenanya, berempati menjadi nilai esensial yang sudah seharusnya menggerakkan kita.
Menarik jika kita membahas tentang empati ini sebagai nilai-nilai karakter yang harus ditumbuhkembangkan di Kabupaten Pangandaran.
Masyarakat kita pada hakikatnya sangat kenal betul dengan bergotong royong, maka dibutuhkan peran pemimpin untuk mengordinir dan menghubungkan kepada masyarakat lainnya.
Peran pemimpin di pelbagai sektor dapat menginisiasi terciptanya empati sesama di tengah pandemi ini. Maka dari itu, langkah tepatnya pemimpin memulainya dengan menyiapkan seluruh komponen dan memberikan informasi dan sosialiasi tentang dampak positif empati bagi masyarakat.
Selanjutnya arahan-arahan pada tiap-tiap warga saling menghimbau dan memberikan informasi yang tepat. Dalam satu rumah warga tidak sekadar membuat grup WA namun tetap dengan meminamilisir terjadinya kabar bohong atau misinformasi atas kabar-kabar tentang pandemi covid-19 yang tidak benar.
Media sosial pun berperan dalam menyuarakan tentang keempatian. Setiap warga yang mengelola media sosial harus selalu mengedepankan dirinya untuk berempati. Sebaiknya hal ini diperhatikan seksama. Sebab pemilik media sosial sangat rentan terpapar bencana teknologi. Dari bencana teknologi ini bermacam-macam. Misalkan mengakui informasi hoax tanpa bijak untuk mencari tahu kebenarannya.
Dasar media sosial sebenarnya sederhana, jika kita membacanya dengan baik dan merasa tidak perlu disebarluaskan tentu akan lebih hati-hati. Oleh karena itu, dalam menuangkan keterlibatan sebagai warga digital di media sosial berasaskan empati yang luar biasa.
Pemimpin yang aktif di media sosial tidak sekadar sebagai profesional menjalankan amanah namun pemimpin sebagai panutan dalam kesehari-harinya maka pemimpin dapat menguraikan dengan langkah efektif di media sosial.
Setiap pemimpin saat memosting foto dan video seyogyanya lebih dititikberatkan kepada ajakan dan seruan yang humanis.
Ajakan yang digarisbawahi adalah mengajak masyarakat untuk aktif media sosial dan tetap memercayai peran pemimpin dalam mengondisikan situasi pandemi covid-19.
Sementara seruan yang dijabarkan adalah menyeru ke jajarannya untuk bersikap humanis dan mengedepankan aspek-aspek berempati.
Representasi dari media sosial yang dikelola oleh seorang pemimpin adalah instagram yang dimiliki oleh Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Barat.
Setiap posting foto yang disampaikan memberikan ciri khas, terdapat ajakan humanis, tercipta sinkronisasi, dan lebih menariknya setiap komentar warga digital disikapi dengan saling mengombinasikan. Terbentuk pemimpin digital yang mengerti kondisi masyarakatnya terutama warga Jawa Barat.
Dengan penekanan pada sikap empati di media sosial ini maka pemimpin dapat mengejawantahkan bahwa di dalam bermasyarakat, berempati merupakan jalan terbaik untuk menumbuhkan semangat beraktivitas berasaskan gotong royong.
Kepedulian antar sesama akan berimplikasi kepada hadirnya kebersamaan. Hal ini tidak kalah penting dari nilai-nilai pengorbanan di lingkungan masyarakat.
Pada akhirnya, setiap pemimpin yang berempati memiliki energi sosial yang tinggi. Pemimpin yang dapat menangkal misinformasi dan menyampaikan secara cermat kepada masyarakatnya.
Media sosial ini pula yang dapat menjembatani energi sosial yang disampaikan. Potensi bertumbuhnya masyarakat yang sehat dapat dimulai dari hal sederhana tersebut. Semoga!
Penulis :
Muh. Husen Arifin
*) Dosen Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Cibiru Bandung dan Mahasiswa Program Doktor Pendidikan IPS Universitas Pendidikan Indonesia, tinggal di Kabupaten Pangandaran.