Erupsi Gunung Merapi Berpotensi Semakin Meluas

MerahPutih.com – Gunung Merapi yang berada di perbatasan antara Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta terus mengalami aktivitas vulkanik.

Badan Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) menyatakan keberadaan dua kubah lava aktif di Gunung Merapi berpotensi menimbulkan erupsi yang lebih luas.

Kepala BPPTKG Agus Budi Santoso mengatakan potensi risiko erupsi tidak hanya ke arah tenggara, tetapi juga ke arah barat daya.

Baca juga:

Gunung Merapi memuntahkan puluhan tetes lahar panas pada Sabtu pagi

“Di sebelah tenggara adalah Kali Gendol. Sedangkan di sebelah barat daya banyak sungai yang bermuara di sungai Krasak, Boyong, dan Kuning,” kata Agus, Jumat (24/3), dikutip Diantara.

Gunung Merapi kini memiliki dua kubah lava aktif dalam satu periode erupsi, yang merupakan fenomena pertama dalam sejarah.

Kubah lava adalah kubah lava barat daya dan kubah lava kawah pusat. Setelah kemunculannya pada Januari 2021, kedua kubah lava tersebut masih terus berkembang.

Berdasarkan pantauan visual dan termal pada 18 Maret 2023, kubah lava barat daya masih terlihat aktif, ditandai dengan suhu tinggi mencapai 230 derajat Celcius.

Baca juga:  Review Samsung Galaxy Tab S9 5G: Semakin Sempurna Sesuai Harganya

Bagian selatan puncak menuju Kali Boyong juga terlihat masih aktif.

Suhu kubah lava pusat kawah tidak jauh berbeda dengan bebatuan di sekitarnya, namun terdapat titik panas di tepi timur kubah dengan suhu mencapai 114 derajat Celcius.

“Dengan adanya kubah lava di bagian barat daya, daerah yang berpotensi terkena dampak erupsi ini juga akan berada di bagian barat daya,” kata Agus.

Baca juga:

Masyarakat diminta waspada Gunung Merapi mengeluarkan 11 tetes lahar pijar

Lebih lanjut dikatakannya, keberadaan dua kubah lava tersebut belum bisa dipastikan intensitas erupsinya meningkat atau tidak karena sesuai dengan karakter Gunung Merapi.

Jika gunung berapi mengeluarkan letusan yang efusif, maka aktivitas vulkaniknya dianggap sering dengan periode empat tahun.

Kondisi ini selanjutnya dikendalikan oleh keberadaan sistem vulkanik di dalam Gunung Merapi.

“Jadi, secara alami Gunung Merapi dengan letusan seperti ini dianggap lebih sering daripada letusan efusif besar. Letusan 2010 itu berulang 100 tahun. Kalau efusif seperti itu, empat tahun, rata-rata bisa lebih kurang” , jelas Agus.

Baca juga:  Semakin canggih, mobil listrik Lotus Eletre akan dilengkapi dengan sistem otonom level 4

BPPTKG terus meningkatkan pemantauan kubah lava, pemantauan pergerakan tubuh gunung, serta pemantauan morfologi puncak dan kubah.

Langkah ini diambil untuk meminimalisir dampak erupsi terhadap masyarakat yang tinggal di sekitar Gunung Merapi, terutama yang tinggal di sektor tenggara dan barat daya gunung tersebut.

Untuk peralatan pemantau arus cukup berupa peralatan seismik dan peralatan sejenis waktu sebenarnya untuk memantau kondisi Gunung Merapi.

Agus mengimbau masyarakat untuk selalu waspada jika kubah kawah runtuh.

Pada tahun 2021 hingga 2023, ciri-ciri letusan Gunung Merapi antara lain erupsi efusif yang didahului oleh letusan freatik, durasi erupsi yang lama, adanya dua kubah lava, dan deformasi yang cukup besar.

Sulit memprediksi waktu terjadinya longsoran awan panas saat ini, namun potensi bahayanya dapat diperkirakan.

Upaya untuk mengurangi kerugian dan menghindari jatuhnya korban akibat erupsi adalah dengan meningkatkan akurasi dan kecepatan penilaian bahaya serta memastikan bahwa masyarakat dapat untuk merespon peringatan dini secara cepat dan akurat.

“Masyarakat yang berada di daerah rawan yakni wilayah tenggara dan barat daya harus meningkatkan kesiapsiagaan karena karakter longsoran awan panas sulit diprediksi kapan terjadinya,” pungkas Agus.

Baca juga:

Gunung Merapi kembali meletus, tiga desa di Klaten dilanda hujan abu vulkanik



Source link