Cerita Unik Dibalik Sistem Bagi Hasil Panen Padi di Pangandaran 

PANGANDARAN – Dibalik tradisi bagi hasil panen padi antara pemilik lahan dan buruh tani yang saat ini dilakukan oleh masyarakat Pangandaran ada cerita rakyat yang unik.

Benar atau tidak dari cerita rakyat tersebut hingga kini belum ada kajian ilmiah atau akademis, namun pada prakteknya hingga sekarang masih dilakukan.

Pada musim panen padi, buruh tani di perkampungan yang tidak mempunyai lahan sawah bisa merasakan kegembiraan sama dengan pemilik lahan.

Buruh tani bisa menggantungkan hidup kepada pemilik lahan dengan cara ikut panen padi atau gacong.

Porsi bagi hasil panen padi yang sudah lumrah yaitu dengan hitungan enam takar untuk pemilik lahan sedangkan upah buruh tani satu takar.

Salah satu warga Pangandaran Aman Suherman mengatakan, bagi masyarakat Desa Cikalong, Kecamatan Sidamulih, Kabupaten Pangandaran bagi hasil panen padi enam berbanding satu diambil dari kisah pertempuran yang tertuang pada Babad Jambu Handap.

“Pada Babad Jambu Handap menceritakan pertempuran antara Eyang Jongkrang alias Sabda Jaya penguasa daerah Jambu Handap dengan enam orang pasukan dari Kerajaan Sukapura,” kata Aman.

Baca juga:  Jasad Korban Tenggelam di Pantai Karapyak Pangandaran Ditemukan

Dalam cerita tersebut, ke enam pasukan dari Kerajaan Sukapura ingin menguasai daerah Jambu Handap.

Namun waktu itu Eyang Jongkrang mempertahankannya sehingga terjadilah pertempuran. Pertempuran terjadi di lokasi Jambu Handap yang pada waktu itu lokasinya terdapat tiga perbukitan.

“Perbukitan itu hancur karena ke enam orang pasukan dari Kerajaan Sukapuran dan Eyang Jongkrang mengadu ilmu kesaktian yang dimilikinya masing-masing,” jelas Aman.

Buah dari pertempuran yang terjadi tidak diterangkan siapa yang menang dan yang kalah, namun berdasarkan sumber lain menerangkan ke tujuh orang yang terlibat dalam pertempuran semuanya mati dilokasi.

Perbukitan yang hancur itu dijadikan lahan pertanian sawah dengan luas kurang lebih 4 hektare oleh masyarakat.

“Saat pertama kali panen padi pada tahun 1200 Masehi hasil pertanian harus dibagi enam berbanding satu,” terangnya.

Hitungan tersebut merupakan penghargaan kepada tujuh orang yang telah meratakan perbukitan menjadi areal pesawahan melalui pertempuran.***