Arkeolog Menemukan Tiga Situs Makam Purba di Pulau Alor, NTT

Dua tengkoran yang ditemukan pada tahun 2014 Foto: Samper-Carro dkk (2022)

Arkeolog menemukan tiga situs makam purba di pulau Alor, Nusa Tenggara Timur. Kerangka yang ditemukan berusia mulai 7.500 hingga 17.000 tahun, menunjukkan bahwa pulau Alor menjadi titik temu atau “peleburan” berbagai macam gelombang migrasi manusia purba zaman dahulu kala.

Makam pertama diekskavasi tahun 2014, menemukan tengkorak manusia yang berusia 12.000 tahun, dan pecahan tengkorak berusia 17.000 tahun.

Ekskavasi kedua dilakukan tahun 2018 di titik yang berbeda di pulau Alor. Kali ini Arkeolog menemukan dua situs pemakaman, dengan kerangka yang dibaringkan dengan posisi berbeda, di atas satu sama lain.

Kerangka pertama berusia 7.500 tahun, sementara kerangka di bawahnya berusia 10.000 tahun. Makam kerangka pertama memiliki bentuk oval yang dipenuhi dengan serpihan cangkang dan dibingkai oleh bebatuan berwarna oker. Kerangka kedua dimakamkan dengan posisi duduk melingkar dan ditumpuk dengan cangkang di dasarnya.

Di bawah kedua kerangka di atas, ditemukan kerangka yang lebih tua lagi, berusia 12.000 tahun, dan punya tubuh yang unik. Tulang yang didentifikasi milik seorang wanita ini sangat pendek, sehingga ilmuwan berasumsi ia adalah populasi yang terisolasi di pulau.

Baca juga:  Jangan sampai Terlewatkan! Ada Fenomena Langit Menakjubkan Selama Bulan Agustus Tahun Ini

“Pemakaman adalah manifestasi budaya yang unik untuk menyelidiki gelombang migrasi melalui terminal Pleistosen ke periode Holosen di Asia Tenggara,” kata arkeolog Sofia Samper-Carro dari Australian National University.

Pulau Alor, NTT, adalah titik peleburan berbagai gelombang migrasi manusia purba, penemuan ini juga memberikan gambaran bagaimana budaya manusia purba seperti upacara pemakaman, berubah seiring waktu.

Mulai dari variasi posisi jenazah, hingga ada tidaknya hiasan makam, ungkap peneliti “menawarkan berbagai ekspresi sosial terkait dengan deposisi almarhum.”

“Upaya masa depan ini akan memberi kita wawasan yang lebih dalam untuk menafsirkan cara hidup masyarakat yang mendiami daratan utama dan pulau Asia Tenggara selama Pleistosen dan Holosen,” lanjut peneliti di makalah yang terbit di jurnal PLOS per 24 Agustus 2022.

©Kumparan