Sempat Membaik 9 Hari, Udara Jakarta Kembali Memburuk

Sempat Membaik 9 Hari, Udara Jakarta Kembali Memburuk

 di Jakarta kembali memburuk setelah sempat membaik beberapa hari kemarin ketika ada perhelatan KTT ASEAN 2023. Padahal, langit Jakarta sempat kembali membiru selama sembilan hari sebelum kembali ditutupi .

Merujuk laman pemantauan kualitas udara IQ Air, dari tanggal 9-17 September, udara Jakarta berstatus cuma “tidak sehat bagi kelompok sensitif”.

Selama sembilan hari yang disebut terpantau kualitas udara di area Jakarta memiliki indeks rata-rata 134 AQI dengan warna indeks orange. Sementara, sebelum tanggal 9 September kualitas udara Jakarta berstatus “tidak sehat”.

Dari indeks PM2,5 juga menunjukkan hal serupa selama 9-17 September, ketika kondisi udara dalam Jakarta cukup berada di dalam zona orange dengan rata-rata 49,1 µg/m³.

Namun mulai dari 18-20 September kualitas udara dalam Jakarta kembali memburuk dengan skor 150 AQI US atau berstatus tidaklah sehat.

Kondisi udara yang digunakan buruk ini perlu ada pencegahan langkah-langkah seperti pemakaian masker penyaringan partikel berkualitas tinggi, serta menghindari kegiatan di area luar ruangan juga berolahraga ketika tingkat polusi sangat tinggi, akan sangat membantu dalam mengurangi bahaya bagi individu yang mana tinggal dalam kota Jakarta.

Baca juga:  FOTO: Langit Biru Jakarta Unjuk Gigi Lagi saat Polusi Naik Turun

Berikut data indeks kualitas udara di tempat Jakarta periode 9-20 September:

  1.  9 September: 147 AQI US juga 54,1 µg/m³ (Tidak sehat bagi kelompok sensitif)
  2. 10 September: 149 AQI US juga 55 µg/m³ (Tidak sehat bagi kelompok sensitif)
  3. 11 September: 130 AQI US juga 47,4 µg/m³ (Tidak sehat bagi kelompok sensitif)
  4. 12 September: 113 AQI US dan juga 40,6 µg/m³ (Tidak sehat bagi kelompok sensitif)
  5. 13 September: 127 AQI US juga 46,3 µg/m³ (Tidak sehat bagi kelompok sensitif)
  6. 14 September: 132 AQI US lalu 48 µg/m³ (Tidak sehat bagi kelompok sensitif)
  7. 15 September: 148 AQI US dan juga 54,8 µg/m³ (Tidak sehat bagi kelompok sensitif)
  8. 16 September: 143 AQI US serta 52,7 µg/m³ (Tidak sehat bagi kelompok sensitif)
  9. 17 September: 121 AQI US juga 43,7 µg/m³ (Tidak sehat bagi kelompok sensitif)
  10. 18 September: 151 AQI US kemudian 56 µg/m³ (Tidak sehat)
  11. 19 September: 155 AQI US kemudian 63 µg/m³ (Tidak sehat)
  12. 20 September: 153 AQI US lalu 58,5 µg/m³ (Tidak sehat)
Baca juga:  Dinkes DKI Jakarta Klaim Kasus ISPA di Jakarta Menurun

Badan Meteorologi, Klimatologi, serta Geofisika (BMKG)mengatakan ada faktor angin yang tersebut berkontribusi dalam perbaikan kualitas udara Jakarta beberapa waktu lalu.

“Ya betul [ada faktor angin kencang],”kata Peneliti Cuaca dan juga Iklim Ekstrem BMKG Siswanto, dikutip dari detikcom, Selasa (12/9).

Sebelumnya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut langit Jakarta kian biru usai operasi modifikasi cuaca dengan teknik water mist spraying dari udara.

Sebagai bukti, Siswanto mengungkap data penguatan angin permukaan.

“Analisis rajah angin menunjukkan penguatan angin permukaan 25persen untuk kecepatan angin hingga 17 knot (sekitar 31,5 km/jam) teramati pada Stasiun BMKG Tanjung Priok lalu Cengkareng,” ungkapnya.

“Angin berasal dari arah timur laut juga timur,” lanjut dia.

Menurutnya, angin dapat memberikan dampak positif lalu negatif terhadap kondisi polusi udara dalam suatu wilayah.

Siswanto menjelaskan angin dapat menyebarkan polutan keluar dari suatu wilayah dan juga mengurangi konsentrasi polutan yang mana tambahan kuat di tempat suatu wilayah. Polutan pun dapat diterbangkan angin sampai jarak yang dimaksud jarak jauh dari sumbernya.

Baca juga:  Palembang Saingi Jambi Buat Status Udara Terburuk RI, Cek Sebabnya

“Kecepatan angin akan berbanding terbalik dengan konsentrasi pencemar, sehingga semakin kencang angin akan semakin berkurang konsentrasi pencemar/polutannya,” tutur dia.

“Konsentrasi polutan akan berkurang bergantung pada penyebarannya yang digunakan dipengaruhi oleh arah kemudian kecepatan angin,” kata Siswanto.

Sumber: CNN Indonesia