KANKER itu telah menjadi penyakit paling mematikan di seluruh dunia. Hampir 10 juta kematian terjadi pada tahun 2020 setelah orang terkena kanker. Dilihat dari jenisnya, kanker payudara merupakan kanker yang paling banyak ditemukan di dunia termasuk Indonesia. Dari tahun ke tahun, jumlah pasien rawat inap karena kanker payudara terus meningkat.
Siloam Hospital mencatat jumlah pasien kanker payudara di tahun 2018 sebanyak 457 pasien. Pada 2019, naik menjadi 525 orang. Tahun 2020 meningkat lagi menjadi 602 pasien. Kemudian, pada 2021 masih akan bertambah menjadi total 635 kasus. Terakhir, pada tahun 2022 mencapai 733 kasus.
“Jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun. Sebenarnya, ini adalah sesuatu yang bisa dihindari. Deteksi dini menyelamatkan nyawaujar Dr. Jeffry Beta Tenggara, Sp.PD-KHOM, konsultan spesialis penyakit dalam hematologi-onkologi RS MRCCC Siloam Semanggi, Selasa (7/2).
Jeffry mengatakan, pasien kanker sudah stadium awal tingkat kelangsungan hidup yang lebih besar dibandingkan penderita kanker stadium 4. Perbedaannya sangat besar. Pada pasien dengan kanker stadium 1, tingkat kelangsungan hidup-mencapai 100 persen. Sedangkan pasien kanker stadium 4tingkat kelangsungan hidup-itu hanya sekitar 10 sampai 25%.
Baca juga:
Langkah-langkah AS untuk mengurangi kematian akibat kanker

Hal ini diakui oleh seorang penyintas kanker bernama Lily. Diri. Dia didiagnosis menderita kanker payudara stadium 1 pada tahun 2013. Sekarang dokter mengatakan jaringan kanker di payudara Lily sudah tidak terdeteksi lagi.
“Saya suka penyortiran untuk kesehatan. Saya cenderung melakukan promo yang saya suka lakukan di rumah sakit. Misalnya promo Hari Kartini atau Hari Kemerdekaan Indonesia. Kapan penyortiran terungkap bahwa saya menderita kanker stadium 1, ”kata Lily.
Deteksi dini membuat pengobatan lebih cepat. Ia dinyatakan sembuh dan bebas kanker. “Untungnya saya terdeteksi lebih awal,” tambah Lily.
Tidak semua wanita ingin menghabiskan waktu dan uang mereka penyortiran kesehatan. Apalagi jika tidak ada keluhan. Lalu bagaimana cara mendeteksinya? Jeffry mengatakan ada cara mudah untuk mendeteksi dini kanker payudara.
Cara termudah untuk mendeteksi kanker adalah dengan memegang payudara Anda sendiri.
“Payudara adalah organ yang berada di luar tubuh. Berbeda dengan usus, paru-paru, ginjal yang berada di dalam. Artinya, saat mandi, setiap wanita harus bisa mendeteksinya lebih awal dengan meraba payudaranya sendiri”, jelas Jeffry.
Baca juga:
Hari Kanker Sedunia 2023, pemeriksaan dini gratis di fasilitas kesehatan masyarakat

Pada tingkat lanjutan, pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah USG dan mamografi. “Apa bedanya? USG menggunakan alat yang mirip dengan ibu hamil. Sesederhana itu. Tidak mengandung radiasi. Biasanya dilakukan untuk anak muda. Sedangkan mamografi lebih banyak digunakan untuk orang tua. Usia di atas 44-45 tahun,” ujar Jeffrey.
Jeffry menjelaskan USG lebih banyak dilakukan oleh remaja putri karena kelenjar susu lebih banyak daripada lemak. Namun, pada wanita lanjut usia, jumlah lemaknya lebih banyak daripada jaringan susu.
Deteksi kanker pada wanita lanjut usia dengan menggunakan USG berpotensi menimbulkan misdiagnosis. Dalam banyak kasus, ahli onkologi akan mengombinasikan ultrasonografi dan mamografi karena keduanya saling melengkapi.
Setelah mengetahui adanya kanker pada jaringan payudara melalui USG atau mammogram, dokter akan melakukan biopsi. “Ketika kami mencurigai adanya kanker, tidak ada pengganti untuk biopsi,” kata Jeffry.
Setelah diagnosis pasca-biopsi ditegakkan, dokter baru dapat menentukan stadiumnya. Dokter juga akan meninjau kondisi pasien sebelum menentukan pengobatan yang cocok untuk pasien.
“Ahli onkologi akan melihat apakah pasien berisiko tinggi atau Resiko rendah. Nanti akan ditentukan apakah akan dilakukan radiologi, operasi atau kemoterapi,” kata Jeffry. (oleh)
Baca juga:
Google dan iCAD mengembangkan alat skrining kanker payudara AI