WHO : Pasien Isolasi Mandiri Covid-19 Wajib Punya Oksimeter

Jakarta – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan pedoman baru pada Selasa (26/1/2021) terkait perawatan pasien COVID-19. Aturan ini juga ditujukan bagi pasien yang masih menunjukkan gejala COVID-19 di masa pemulihan.

Penggunaan pulse oximeter di rumah

Menurut WHO, pasien Corona yang menjalani isolasi mandiri dengan gejala COVID-19 ringan sebaiknya menyediakan pulse oximeter atau alat oksimetri nadi. Sebab, wajib untuk mengecek kadar oksigen secara rutin, melihat apakah kondisi saat terpapar benar-benar aman menjalani perawatan di rumah, atau perlu ke RS.

“Hal lain dalam pedoman yang baru adalah bahwa pasien COVID-19 di rumah harus menggunakan oksimetri nadi, yang mengukur kadar oksigen, sehingga Anda dapat mengidentifikasi apakah di rumah kondisinya memburuk, atau akan lebih baik dirawat di rumah sakit,” kata Juru bicara WHO Margaret Harris di Jenewa, dikutip dari Reuters.

Dikutip dari Mayo Clinic, cara membaca kadar oksigen normal menggunakan pulse oximeter atau alat oksimetri nadi ada di antara 95 hingga 100 persen. Sementara angka di bawah 90 persen dinilai terlalu rendah. Beberapa dokter melaporkan, pasien COVID-19 masuk ke RS dengan kadar oksigen di 50 persen atau lebih rendah.

Baca juga:  BRI Pamit Undur Diri dari Aceh

Kadar oksigen rendah juga bisa dialami pasien COVID-19 tanpa mengeluhkan gejala apapun sebelumnya, disebut dengan happy hypoxia. Happy hypoxia membuat pasien COVID-19 mengalami sesak napas tiba-tiba dan berakhir fatal.

Selain itu, WHO juga menyarankan pasien COVID-19 ditempatkan dalam posisi tertentu yang disebut efektif meningkatkan aliran oksigen.

“WHO menyarankan dokter untuk menempatkan pasien dalam posisi tengkurap, di depan mereka, yang terbukti meningkatkan aliran oksigen,” katanya.

Rekomendasi WHO untuk mencegah penggumpalan darah pada pasien COVID-19

“Juga kami merekomendasikan, kami menyarankan penggunaan, antikoagulan dosis rendah untuk mencegah penggumpalan darah di pembuluh darah. Kami menyarankan penggunaan dosis yang lebih rendah daripada dosis yang lebih tinggi karena dosis yang lebih tinggi dapat menyebabkan masalah lain,” kata Harris.***
Sumber : detikcom