Film  

Peran Musik dalam Film – Cinemags

Peran musik dalam film

Musik dalam film bukan sekadar pelengkap suara aslinya. Musik memiliki peran strategis, apapun genre sinematografi yang disisipkannya. Emosi yang dibangun dalam film melalui musik akan membuat perasaan penonton semakin dalam dan berkesan.

Lebih jauh lagi, musik film sebenarnya bisa menjadi penanda geografis daerah asal cerita film tersebut.

Hal itu disampaikan Rako Prijanto, sutradara dan penulis naskah film, dalam webinar bertajuk Peran Musik dalam Film yang digelar Panitia Festival Film Jurnalis Indonesia (FFWI) XIII di Jakarta, Sabtu, 15 Agustus 2023.

Selain Rako Prijanto sebagai narasumber, hadir pula ilustrator musik, sutradara dan penyanyi Tya Subiakto, serta Irish Riswoyo dan Retno Hermawati sebagai moderator.

Rako Prijanto yang sebelumnya menyutradarai film “Sang Kyai” mengatakan bahwa musik film sebenarnya terbagi menjadi dua: soundtrack yang memberikan irama musik sebagai latar dan soundtrack asli.

Soundtrack dan soundtrack sangat efektif dalam menyampaikan apa yang ingin dirasakan oleh film tersebut. “Jadi musiknya sangat membantu setiap adegan sehingga ceritanya sampai ke perasaan penonton,” ujar sutradara berusia 50 tahun yang pernah menjuarai Copa Maya 2016 itu.

Baca juga:  Film Street Fighter baru sedang diproduksi

Menurut Rako, lagu tema sebuah film juga bisa menjadi karakter film tersebut. Misalnya, jika kita tiba-tiba mendengar suatu nada, kita dapat langsung mengetahui bahwa nada tersebut adalah ciri khas film Indiana Jones, Superman atau Star Wars misalnya.

“Masalahnya, musik dalam film memainkan peran penting dan tidak bisa dipisahkan menjadi sebuah cerita.” desak Rako.

Saat itu, Rako juga menjelaskan bahwa dalam produksi film suspense terdapat adegan yang menggambarkan romansa. “Jadi warna soundtracknya tidak bisa tiba-tiba berubah jadi romantis. Memang harus ada warna romansa, tapi tetap harus ada unsur ketegangannya,” terang Rako lagi.

Di akhir penjelasannya, Rako mengatakan bahwa isi musik atau soundtracknya sesuai dengan durasi filmnya. Dan yang terpenting adalah seberapa perlunya: “Kalau terlalu banyak. Selain itu, kalau penempatannya tidak tepat, pasti akan mengganggu perasaan masyarakat,” ujarnya.

Rako mengenang bahwa film berbeda dengan opera atau oabaret, yang membutuhkan musik latar dari sampul ke sampul.

“Dalam film, terkadang ada bagian tertentu yang memang perlu diredam. Kalau tidak, grafik emosional penonton akan sangat lelah,” katanya.

Wajib Belajar Sejarah Musik

Sementara itu, musisi Tya Subiakto mengatakan, seseorang yang ditunjuk sebagai aransemen musik memiliki kesepakatan dengan dua orang, yakni produser dan sutradara. “Karena mereka tahu karakter dalam cerita, alur dan kesimpulan filmnya seperti apa,” ujar Tya yang telah menggubah musik untuk lebih dari 60 judul film, antara lain Ayat-Ayat Cinta, Habibi & Ainun, Sang Pencerah dan lain-lain. . .

Baca juga:  Film Blockbuster Korea Bertabur Bintang DECIBEL Tayang Perdana 10 Juni di tvN Movies

Jika seseorang tertarik menjadi arranger musik, kata Tya, harus dibekali ilmu lain seperti fotografi. Memahami sudut pandang dan bahasa yang biasa digunakan sutradara.

“Selain itu, Anda juga perlu membekali diri dengan pengetahuan tentang set film, meski tidak perlu mendalam. Karena setiap skenario terdiri dari tiga babak atau delapan rangkaian. Dari situ kita bisa mengontrol musik. Misalnya pembukaannya tidak terlalu tinggi, tidak juga mewah”, ujar Tya yang mengawali karirnya dengan film Sang Dewi (2007).

Dan satu lagi, kata Tya, seorang ilustrator musik harus memahami sejarah musik. Misalnya, saat menggarap tema sejarah tahun 1920-an, saat itu harus dipahami jenis musik apa yang sedang berkembang. “Misalnya musik jazz, harus dipertajam lagi, yang saat ini sudah tercapai. Apakah itu Dixie atau apa? Jangan salah. Anda mungkin diejek oleh penonton yang tahu ceritanya! ujar Tya, peraih Ilustrator Terbaik di Festival Film Bandung untuk Ayat-Ayat Cita (2008) dan Sang Pencerah (2011)

Tya mengaku masih sering menghadapi alasan klasik terkait anggaran produksi film yang terbatas, namun produser menginginkan musik film tersebut dilakukan secara megah dengan menggunakan orkestra. Dan mengusulkan untuk menggunakan orkestra musik digital.

Baca juga:  Aplikasi Wincos-ina, Permudah Konsumen Pasang Kaca Film

Menurut Tya, hal itu tidak menjadi masalah.

“Selama kita menguasai seperti apa musik orkestra digital itu. Dan saya tidak ingin mengerjakannya hanya dengan keyboard, saya tetap harus mempelajari prinsip orkestra, bahwa dalam keluarga string section misalnya, harus ada biola, viola, cello, double bass yang lengkap”, kata Tya yang mengakui bahwa tantangan terbesar sebagai ilustrator adalah waktu yang terbatas untuk bekerja dengan nama samaran.

Dalam pengamatan Tya, jika seseorang mengaku sudah menjadi aransemen musik profesional, seharusnya bisa menjaga profesionalisme dengan membuat musik sendiri.

“Profesionalisme juga termasuk tidak mengambil musik orang lain dan tidak menggunakan model musik orang lain!” kata Tya.