MerahPutih.com – Kasus penembakan gedung Majelis Ulama Indonesia (MUI) memasuki babak baru.
Direskrimum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi mengungkapkan, Mustopa NR, pelaku penembakan di Kantor Majelis Ulama Indonesia Pusat (MUI), Jakarta pada Selasa (2/5) mengirimkan surat kepada beberapa tokoh agama daerah kepada Presiden.
Baca juga:
MUI membentuk tim khusus untuk mengusut penembakan
Dia ingin pandangan dan ide religiusnya yang terdistorsi diakui. Berdasarkan hasil pemeriksaan dan pemeriksaan menyeluruh terhadap 39 saksi, Mustopa NR mulai menulis surat permintaan pengakuan pada 2003.
“Tersangka mulai menulis surat yang ditujukan kepada pemerintah daerah, mulai dari tingkat kecamatan, kabupaten, provinsi, hingga presiden sejak tahun 2003,” kata Hengki saat jumpa pers di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (5/5). ) ) .
Kemudian Mustopa NR juga menyampaikan aspirasinya pada tahun 2016 di DPRD Lampung yang berakhir dengan pengrusakan kantor DPRD Lampung.
Atas perbuatannya, Mustopa NR divonis tiga bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Tanjung Barat.
“Yang bersangkutan sudah dipidana, artinya dia bisa dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya. Dia bisa sadar bahwa yang dia lakukan itu benar atau salah,” ujar Hengki.
Menurut Hengki, berdasarkan hasil koordinasi dengan Densus 88, database menemukan tersangka yang mengatasnamakan Mustopa bukan bagian dari jaringan teroris.
“Ini bukan serigala tunggal atau serangan teroris saja, juga tidak dikooptasi oleh ideologi agama ekstrim. Tidak ada aktor di balik ini,” katanya.
Menurut keterangan istri pelaku dan warga sekitar, pada tahun 1997 pelaku mengumpulkan warga dan tokoh agama di rumahnya.
Hengki mengungkapkan, Mostopa bersosialisasi biasanya saat beribadah di masjid. Kemudian, Mustopa juga berkunjung ke kantor MUI Lampung untuk menyampaikan aspirasinya agar paham keagamaannya diakui.
Baca juga:
Plt Ketua PPP bertemu Jokowi di istana dan melaporkan keputusan untuk mendukung Ganjar
“Jadi di Jakarta ini baru akhir, di Lampung lebih sering menyampaikan aspirasinya untuk mendapatkan pengakuan,” kata Hengki.
Pelaku beraksi menggunakan senjata angin yang sebenarnya dilarang. Hengki pun menjelaskan dari mana pelaku mendapatkan senjata tersebut.
“Ternyata senjata ini dibeli dari Lampung dari seorang berinisial H yang berprofesi jual beli airsoft gun dan airgun,” kata Hengki Haryadi.
Penggunaan senapan angin dilarang dan berbahaya. Pasalnya, senapan angin yang dimodifikasi bisa menjadi senjata yang mematikan. Dia menggunakan tabung seperti ini, diisi dengan gas CO2 dan peluru logam.
“Bisa diubah dan tidak ada landasan hukumnya. Itu melanggar UU Darurat 1251 dan kalau digunakan untuk ancaman, itu pidana lain,” kata Hengki.
Hengki mengatakan, saat ini polisi telah menangkap tiga pelaku terkait jual beli senjata terlarang.
“Kami sudah mengamankan tiga orang asal Lampung, dan dalam waktu dekat akan kami tetapkan sebagai tersangka,” kata Hengki.
Sebelumnya, kantor Majelis Ulama Indonesia Pusat (MUI) di Menteng, Jakarta Pusat, diserbu Mustopa (60), Selasa (2/5). Pelaku meninggal dunia saat ditahan polisi karena serangan jantung.
Jenazah pelaku dibawa ke RS Polri Kramat Jati untuk diautopsi. Tersangka membawa narkoba. (Knu)
Baca juga:
Penembak di kantor MUI diduga punya pandangan berbeda