- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali ke level psikologis 6.900; rupiah menguat dalam hadapan dolar Amerika Serikat (AS)
- Dari tanah Paman Sam, pemodal kembali dikhawatirkan dengan kenaikan yield obligasi pemerintah AS atau US Treasury
- Data PDB China per kuartal III-2023 akan menjadi perhatian penanam modal pada samping kunjungan Presiden AS Joe Biden ke Israel, RDG BI, juga bursa cawapres
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) rebound kemudian juga kembali ke atas level psikologis 6.900 pada Selasa (17/10/2023). Setali tiga uang, rupiah juga sukses menekan dolar Amerika Serikat (AS). Namun, Surat Berharga Negara (SBN) kembali dilepas investor.
Pasar keuangan Indonesia diharapkan bisa jadi belaka kompak mengakhiri perdagangan pada zona hijau hari ini dalam tengah banyaknya sentimen dari data sektor ekonomi serta panasnya suhu urusan kebijakan pemerintah dalam negeri. Selengkapnya mengenai sentimen pasar hari ini sanggup dibaca pada halaman 3 artikel ini.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan kemarin menguat 0,63% ke 6.939,62, ditopang 284 saham naik. Sementara, sebanyak 236 saham turun, juga 241 stagnan.
IHSG yang tersebut mana menguat seiring cerahnya bursa saham global ditopang oleh melesatnya saham-saham teknologi terutama di dalam dalam Amerika Serikat (AS).
Bursa Asia menghijau, dengan Nikkei 225 Index melesat 1,20% hingga Hang Seng Hong Kong naik 0,75%. Wall Street juga kompak naik. Indeks Dow Jones terapresiasi 0,93%, S&P 500 Index bertambah 1,06%, kemudian Nasdaq menguat 1,20%.
Penguatan IHSG terjadi padahal pemodal cenderung wait and see menanti keputusan suku bunga Bank Indonesia (BI) pada Kamis mendatang.
BI diproyeksikan masih akan tetap menahan suku bunganya dalam nomor 5,75% pada Kamis mendatang. Pelaku pasar perlu mencermati hasil resmi kebijakan BI ini oleh sebab itu akan menentukan kestabilan mata uang rupiah juga pertumbuhan kegiatan dunia usaha Indonesia ke depannya.
Beralih ke Asia, China sebagai negara dengan perekonomian terbesar di area tempat Asia kemudian merupakan negara dengan tujuan ekspor terbesar Indonesia diproyeksikan mengalami kemunduran perihal pertumbuhan ekonominya.
Konsensus berekspektasi bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) China berada di tempat area hitungan 4,4% atau tambahan rendah dibandingkan kuartal-II 2023 yakni di dalam area bilangan 6,3%.
Perlambatan kegiatan ekonomi China dapat berdampak kepada perekonomian Indonesia yang mana juga berpotensi melambat juga mengganggu pasar keuangan domestik.
Dari pasar mata uang, rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dalam saat neraca dagang mengalami surplus yang tersebut dimaksud besar serta tekanan dari China.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup di area area nomor 15.710/US$ atau menguat 0,03% terhadap dolar AS. Posisi ini berkebalikan dengan pelemahan yang terjadi penutupan perdagangan kemarin (16/10/2023) sebesar 0,22%.
Sementara indeks dolar AS (DXY) pada Selasa (17/10/2023) berada pada posisi 106,25 atau naik tipis dibandingkan penutupan perdagangan Senin (16/10/2023) yang mana ditutup dalam nomor 106,24.
Pergerakan rupiah kemarin ditopang oleh hasil impor Indonesia mengalami kelesuan baik secara bulanan maupun tahunan serta neraca dagang yang tersebut mengalami surplus lebih tinggi banyak besar dibandingkan periode sebelumnya.
Indonesia mencatatkan surplus US$3,42 miliar pada September 2023, atau tambahan tinggi dibandingkan pada Agustus 2023 yang tersebut dimaksud tercatat US$3,12 miliar.
Nilai ekspor Indonesia September 2023 mencapai US$20,76 miliar atau turun 5,63% (month to month/mtm) lalu jeblok 16,17% (year on year/yoy). Nilai impor Indonesia tercatat US$17,34 miliar, turun 8,15% (mtm) kemudian jeblok 12,45% (yoy)
Kendati terjadi penguatan, namun tekanan terhadap mata uang Garuda tak terhindarkan. alasannya selisih antara US Treasury tenor 10 tahun dengan SBN tenor 10 tahun sudah semakin tipis atau sekitar 202 basis poin (bps). Hal ini menciptakan tekanan jual oleh penanam modal asing terhadap pasar keuangan domestik masih cukup kental.
Sementara itu, melihat kondisi saat ini, Bank Indonesia (BI) diproyeksikan masih akan tetap menahan suku bunganya pada nomor 5,75% pada Kamis (19/10/2023). Pelaku pasar perlu mencermati hasil resmi kebijakan BI ini lantaran akan menentukan kestabilan rupiah lalu juga pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depannya.
Imbal hasil SBN tenor 10 tahun ditutup dalam dalam posisi 6,81%, naik dibandingkan pada penutupan hari sebelumnya yakni 6,76%. Imbal hasil yang digunakan dimaksud naik menandai nilai tukar SBN yang mana tengah jatuh akibat banyak dijual investor.
Sumber: CNBC Indonesia