SEPUTARPANGANDARAN.COM – Salahsatu Panitia Pemungutan Suara (PPS) Desa Pagerbumi, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat diduga berkampanye untuk salah satu pasangan calon di Pilkada Pangandaran 2024.
Dugaan pelanggaran itu dilakukan di grup WhatsApp Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) Kabupaten Pangandaran.
PPS tersebut juga merupakan salahsatu Kepala Dusun di Desa Pagerbumi, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Pangandaran.
Menurut informasi dari berbagai sumber yang berhasil dihimpun, PPS yang berinisial JK itu menyampaikan pesan yang dianggap mengarah pada dukungan terhadap salah satu Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati.
Dalam grup WhatsApp yang diduga menjadi sarana kampanye, yang bersangkutan memberikan informasi yang dapat mempengaruhi anggota group WhatsApp dengan menyebut singkatan salah satu pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati Pangandaran secara terang-terangan.
Kejadian tersebut menjadi kegaduhan dan perbincangan anggota group WhatsApp.
Pasalnya, PPS sebagai penyelenggara Pilkada, memiliki kewajiban untuk menjaga netralitas dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
Dengan demikian, setiap penyelenggara termasuk PPS yang melanggar aturan dapat diberikan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Proses Pilkada harusnya berjalan dengan jujur dan adil tanpa ada kecurangan atau keberpihakan penyelenggara.
Kasus ini menjadi pengingat penting bagi seluruh panitia dan petugas pemilu agar menjaga etika serta integritas dalam menjalankan tugas.
Dikonfirmasi terpisah, Ketua Divisi SDM Sosparmas KPU Kabupaten Pangandaran, Maskuri Sudrajat membenarkan adanya informasi tersebut, dan pihaknya pun sudah melakukan pemanggilan yang bersangkutan untuk di klarifikasi.
“Pertama, kami dapat informasi aduan dari beberapa orang, setelah itu, kami pun memanggil JK PPS Desa Pagerbumi guna dimintai klarifikasi,” ujarnya saat dihubungi melaluli sambungan telefon selulernya, Kamis 14 November 2024 malam.
Kata Maskuri, ketika diklarifikasi oleh Ketua Divisi Hukum KPU Pangandaran Sukandar, pihaknya sempat menanyakan bahwa bahasa itu sudah di Tagline kan menjadi salah satu paslon, apakah sadar atau tidak dengan ucapan itu, dan itu sudah masuk unsur kampanye.
“Namun, yang bersangkutan (JK) tetap tidak mengakui bahwa bahasa tersebut sebagai bahasa untuk kampanye,” jelasnya.
Pengakuan JK kepada Divisi Hukum, kata Maskuri, bahwa JK melontarkan bahasa tersebut di dalam grup WhatsApp PPDI sebagai rasa ungkapan kekecewaannya kepada pemerintahan.
“Kata JK, bahasa tersebut merupakan bentuk kekecewaan terhadap pemerintahan karena tunjangan dan sebagainya tidak cair, mereka merasa hayu dengan ungkapan-ungkapan yang supaya bangkit dengan mengucapkan bahasa itu,” tutur Maskuri ketika menirukan pengakuan JK.
Maskuri menegaskan, lantaran JK mengaku tidak ada unsur kampanye, maka tindakan kami di Internal, pertama Klarifikasi, yang kedua akan mencari keterangan pihak lain.
“Termasuk nanti kami akan memintai keterangan dari Ketua PPDI, karena hal itu terjadi di grup WhatsApp PPDI, terus nanti ada tindakan persidangan, jadi kita gak bisa ujug-ujug diganti dan sebagainya, kami pun tidak bisa semena-mena, jadi ada beberapa tahapan. Dan ini baru tahapan Klarifikasi, dan hasil dari Klarifikasi JK tidak mengakui bahasa tersebut sebagai bentuk kampanye,” tandasnya.***