Setiap tanggal 21 April, kita selalu memperingati Hari Kartini untuk mengenang jasa-jasanya dalam memperjuangkan perempuan. Dengan sekuat tenaga, RA. Kartini berusaha membebaskan perempuan yang pada dasarnya hanya mengurus rumah, anak dan suami. Berkat kerja keras mereka, perempuan Indonesia kini bisa bekerja dan menjadi apapun yang mereka inginkan.
Berbicara tentang Kartini, dia tidak akan jauh dari kampung halamannya di Jepara, Jawa Tengah. Kota yang terkenal dengan seni pahatnya ini memiliki deretan pantai yang indah dan anggun. Pantai-pantai ini saling berdekatan, sehingga dalam satu hari wisatawan dapat mengunjungi lebih dari 2 atau 3 pantai sekaligus.
Setiap pantai juga memiliki cerita tersendiri. Seperti pantai Kartini yang dulunya digunakan sebagai tempat pemandian dan diperankan oleh RA. Kartini dan saudara-saudaranya. Sekarang banyak sekali pantai yang memiliki cerita unik di dalamnya.
pantai bandan
Namanya sangat orisinal, bukan? Seperti nama ikannya. Nama itu dicetuskan oleh seorang pemuda yang masih berkerabat dekat dengan Sunan Muria. Pemuda itu sedang dalam perjalanan menuntut ilmu di Karimunjawa. Saat itu, pemuda bernama Amir Hasan bersama dua pengawalnya mengamati sebuah pulau indah dengan air jernih.
Sambil memperhatikan, Amir Hasan melihat terumbu karang yang jernih dan banyak ikan bandeng yang berenang dengan gembira. Sejak saat itu pantai tersebut dinamakan Bandengan.
Pengumuman. Gesek ke bawah untuk melanjutkan
Kini wisatawan bisa mengunjunginya di Desa Bandengan, Kecamatan Jepara, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah dengan jarak kurang lebih 7 KM dari pusat kota. Tepatnya menuju Jl. Jepara-Bangsri.
Pantai Teluk Awur
Nama pantai ini berasal dari nama desanya yaitu Teluk Awur. Asal usul nama tersebut dikisahkan oleh pasangan Syekh Abdul Aziz dan Den Ayu Roro Kuning yang merupakan murid Sunan Muria.
Syekh Abdul Aziz bekerja merawat ladang setiap hari, tetapi dia tidak menyelesaikan pekerjaannya dan pulang. Dia sangat ingin melihat istrinya yang cantik. Ini terjadi setiap hari, yang membuat sang istri mulai khawatir. Maka sang istri menyuruh suaminya untuk mengecat wajahnya dan dia bisa membawanya ke ladang setiap hari. Sayangnya, dalam perjalanan ke ladang, Syekh Abdul Aziz diterpa angin kencang yang menyebabkan lukisan itu tertiup angin dan jatuh ke halaman kerajaan yang dipimpin oleh Raja Joko Wongso.
Den Ayu Roro Kuning akhirnya dibawa ke kerajaan karena ingin dipersunting raja. Mendengar kabar tersebut, Syekh Abdul Aziz langsung pergi ke kerajaan dan menyamar sebagai pengamen jalanan atau pemain kentrung. Setelah pasangan itu bertemu lagi, keduanya menyusun rencana agar sang istri tidak menjadi permaisuri raja. Syaratnya raja mencari kerang yang bisa menari dan mirip nelayan lengkap dengan kepis.
Maka Syekh Abdul Aziz berpakaian seperti raja dan memerintahkan tentaranya untuk memata-matai seseorang yang akan menyerang kerajaan. Pada akhirnya, itu akhirnya terbayar. Para prajurit memukuli nelayan itu sampai mati. Namun, sebelum itu, si nelayan berkata: “Aku adalah rajamu. Sudah kubilang bay bay bay tapi kalian masih mengacau.” Bay berarti ditundukkan.
Kata “Teluk Awur” kini digunakan sebagai nama tempat, untuk seorang raja yang dianiaya oleh tentaranya sendiri. Joko Wongso dimakamkan di dekat Den Ayu Roro Kuning yang terletak di Desa Teluk Awur. Sedangkan makam Syekh Abdul Aziz berada di desa Jondang yang kemudian dikenal dengan nama Sunan Jondang.
Nah, Pantai Teluk Awur sendiri terletak di Desa Telukawur, Kecamatan Tahunan 4, di tengah Kota Jepara. Pantai ini memiliki banyak pohon bakau yang berfungsi sebagai peneduh selain berfungsi sebagai penahan abrasi air laut.
Praia da Fortaleza Portuguesa
Penamaan pantai ini terjadi pada masa penjajahan di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Dari kekhawatiran Sultan Agung Raja Mataram akan serangan Belanda, ia harus mempersiapkan pasukannya jauh-jauh hari. Menurutnya, pasukan VOC Belanda hanya bisa dikalahkan melalui jalur darat dan laut. Namun, Sultan Agung Raja Mataram tidak memiliki armada laut yang cukup. Maka dari situ ia bersekutu dengan pasukan Portugis dan membangun benteng.
Kedua belah pihak membuat kesepakatan. Kerajaan Islam Mataram membangun benteng sementara Portugis mendudukinya. Pembangunannya dimulai pada tahun 1632 dan selesai pada tahun 1642. Bangunan ini dibangun menjorok ke laut sehingga pantai ini juga diberi nama Benteng Portugis.
Terletak di desa Banyumanis, kecamatan Donorojo, 45 km timur laut kota Jepara. Wisatawan akan memiliki banyak pengalaman saat berkunjung. Selain menikmati segarnya udara di pantai, Anda juga bisa belajar sejarah melalui bangunan-bangunan peninggalan zaman kolonial.
Tidak ada salahnya berlibur dan belajar dengan cara yang menyenangkan, bukan? Baik tubuh dan otak segar pada saat bersamaan. Kegiatan dapat berjalan dengan lancar dengan kondisi yang layak.
Jadi, pantai mana yang ingin kamu kunjungi saat berkunjung ke Jepara?