MerahPutih.com- Laporan transaksi mencurigakan Rp 300 triliun yang memicu kontroversi membuat Menteri Keuangan Sri Mulyani angkat bicara.
Dia mengatakan, jumlah itu berasal dari surat PPATK kepada Kementerian Keuangan sejak 2009 hingga 2023.
Baca juga:
Anggota Komisi III Bingung Bertemu dengan Mahfud MD Soal Pembatalan Transaksi Rp 300 Triliun
“Surat dari Kepala PPATK ini berisi seluruh surat dari PPATK kepada Kementerian Keuangan khususnya kepada Inspektorat Jenderal dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2023 berjumlah 196 surat. Surat ini tidak ada nilai transaksinya, dalam hal ini hanya memuat nomor surat , tanggal surat, mengutip nama yang bersangkutan secara tertulis oleh PPATK kemudian ditindaklanjuti oleh Kementerian Keuangan,” kata Sri Mulyani di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin (20/10). /3 ).
Terhadap 196 surat itu, Inspektorat Jenderal dan Kementerian Keuangan mengambil langkah-langkah yang diperlukan.
“Makanya sampai sekarang termasuk Caio (Caio Tambunan). Ada yang dipidana, ada yang ditangkap, ada yang diturunkan pangkatnya. Kita pakai PP nomor 94 dari tahun 2010”, lanjutnya.
Secara rinci, jelas Sri Mulyani, dari 300 surat, 65 di antaranya berisi transaksi keuangan perusahaan atau badan atau perorangan, tanpa ada pejabat dari Kementerian Keuangan.
Baca juga:
PPATK mengklaim transaksi mencurigakan Rp 300 triliun bukan korupsi pejabat Kementerian Keuangan
Transaksi terkait perdagangan dan perubahan kepemilikan dinilai mencurigakan, sehingga Kementerian Keuangan harus menindaklanjutinya.
Kemudian hingga 99 surat terkait penegakan hukum senilai Rp 74 triliun. Untuk pegawai Kementerian Keuangan, jumlahnya naik menjadi 135 surat. Misalnya surat PPATK terkirim pada 19 Mei 2020 dengan nilai transaksi Rp 189,2 triliun.
Setelah ditemukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Pajak, ditemukan 15 entitas pengimpor emas batangan, namun tidak ditemukan hal mencurigakan. Kemudian, Ditjen Pajak juga melakukan pengecekan, ditemukan kejanggalan antara transaksi dan laporan tahunan SPT.
“Jadi selisih data yang digunakan DJP disebut pihak yang berkepentingan dan muncul modalitas menggunakan nomor rekening 5 pegawai. Termasuk transaksi penukaran mata uang,” jelas Sri Mulyani. (Knu)
Baca juga:
Transaksi mencurigakan Rp 300 triliun dari pejabat Kementerian Keuangan akan diusut polisi