ALASAN– Motif-motif indah yang mengandung filosofi dan cerita Lasem digambarkan pada setiap kain oleh enam nominator Lomba Desain Motif Batik Lasem 2023. Lomba yang diselenggarakan oleh Kartini Bangun Negeri (Kabari) Rembang atas prakarsa Bank Indonesia bekerja sama dengan Yayasan Pusaka Lasem, memasuki tahap akhir. Kompetisi yang dimulai sejak 5 April lalu menghasilkan enam nominasi yang akan melaju ke babak final. Saat bekerja sama dengan rumah batik dan perajin batik di Lasem, para nominator menggabungkan desain mereka ke dalam selembar kain. Seperti yang tertera dalam keterangan resmi yang diterima merahputih.com, keindahan kainnya tidak hanya terlihat pada foto yang ditampilkan, tetapi juga pada kisah ‘Little China’ yang terkandung di dalamnya.
BACA JUGA:
6 Pilihan Teratas Juri Stay Action pada Lomba Desain Motif Batik Lasem 2023
1. Batik Ragi Tumurun karya Dessy Riana Sari (Yogyakarta)
‘ragi herediter’ berarti turun-temurun atau ditransmisikan dari generasi ke generasi. Dalam semangat itu, Dessy menggambarkan warisan budaya Spice Trail dan kehidupan multietnik yang tetap dipertahankan, dilestarikan, dan diwariskan hingga saat ini.
Konsep desain Ragi Tumurun meliputi motif-motif khas budaya Jawa, Arab, Cina, dan Eropa. Beberapa motif yang muncul adalah motif bunga, kawung, phoenix dan ornamen Eropa yang dipadukan dengan gambar rempah-rempah seperti cengkih, kayu manis dan pala.
2. Merak Ngigel Reborn oleh Grup Gantari (Lasem)
Tema karya ini didasarkan pada sebuah artikel Dari Batik Kunts, Dari Sumatera Post, 30 Juli 1900. Artikel tersebut mengklaim bahwa Lasem memiliki sarung dengan motif yang dinamai menurut namanya. tarian phoenix (ngigel merak atau tarian merak). Dalam budaya Tionghoa, burung phoenix atau burung phoenix melambangkan kekuatan Yin, penyeimbang kekuatan Yang yang hadir dalam bentuk hiasan naga.
Koleksi batik ini terinspirasi dari tema warisan budaya Lasem dan sejarah panjang terkait julukan Lasem sebagai ‘Chionoi Kecil’ atau ‘Little China’ sejak 1800. Begitu pula Lasem dari 1860 hingga 1930, yang menjadi kota industri batik terbesar di Hindia Belanda bersama Solo dan Pekalongan. Kota pesisir Jawa Utara ini terkenal dengan motif batik fenix negara kolonial Inggris seperti Singapura dan Malaysia.
Selain itu, Grup Gantari telah menggunakan Kelenteng Cu An Kiong sebagai inspirasi karyanya. Kelenteng Cu An Kiong memiliki ragam ragam hias simbolis Tionghoa, serta motif akulturatif pada ukiran kayu, mural, dan lukisan kayu. Motif desain batik ini termasuk burung phoenix atau hong, yang juga sering diidentikkan dengan burung merak. Hal ini disebabkan gambar burung phoenix yang tampak seperti ekor burung merak. Selain burung phoenix, kain dari kelompok ini juga menampilkan hiasan bunga pagoda, awan, geometri, kelelawar, buah-buahan dan ciri khas Isen de Lasem.
3. Simfoni dalam Harmoni Grup Nawasena (Lasem)
Perkembangan Islam di Lasem merupakan bagian dari sejarah panjang kecamatan di Kabupaten Rembang ini, dari masa prasejarah, klasik, dan kolonial hingga saat ini. Islam di Lasem mulai berkembang pada masa Majapahit akhir dan berjalan dalam dinamika kehidupan yang damai dan harmonis. Ini adalah inspirasi besar dari desain ini.
Desain motif batik ini terinspirasi dari keberadaan Masjid Jami Lasem yang bermotif Mustaka dengan Batara Kala dari masa Klasik (Majapahit) yang digunakan sebagai kubah masjid pada masa itu. Kelompok Nawasena memaknai Masjid Jami Musataka sebagai simbol toleransi dan penghormatan terhadap budaya lama yang masih ada hingga saat ini.
Komponen desain motif batik ini menggunakan berbagai motif yaitu mustaka, krisan, lintang, kawung baganan, matahari, tanahan dan arab pegan yang berisi kutipan dari Gundam 12 oleh Raja Ali Haji dari Pulau Penyengat yang dikenal sebagai ‘Bapak Bahasa Indonesia’.
Rupanya, Lasem memiliki hubungan penting dengan Kesultanan Melayu sejak masa Kesultanan Melayu Pagaruyung dan Kesultanan Melayu Riau Lingga. Pada masa Kesultanan Riau Lingga, Lasem menjadi importir gambir, bahan yang digunakan untuk memperindah warna batik. Hubungan antara Lasem dan Riau Lingga tidak hanya bersifat komersial, tetapi juga terkait dengan perkembangan Islam melalui Jalur Rempah atau Jalur Sutera Laut.
BACA JUGA:
Kabari Rembang mengadakan lomba desain Motif Batik Lasem
4. Lenggang Puspa Rasa oleh Eko Cahyo Saputro (Yogyakarta)
Eko Cahyo Saputro menggambarkan motif tumbuhan dan hewan yang digambarkan menari dengan anggun. Menurut pengertian ayunan yaitu gerakan mengayun.
Sedangkan puspa artinya bunga, sedangkan rasa artinya respon indrawi terhadap rangsangan seperti kuliner tradisional Rembang yaitu yopia, dumbeg, rengginang teri, urap latoh dan kaoya dudul.
Motif Lenggang Puspa Rasa terinspirasi dari warisan kuliner Lasem dan Rembang yang disulap menjadi motif bunga yang menarik dengan ciri khasnya masing-masing.
5. Sea of Serenity – Mare Serenitatis oleh Linggi Group (Lasem)
Terinspirasi dari warisan budaya Lasem di Desa Dasun, yang pernah menjadi pusat pembuatan kapal jadi berkualitas tinggi selama pemerintahan VOC dan Hindia Belanda, motif linggi diciptakan.
Motif Linggi terinspirasi dari hiasan/lukisan pada haluan dan buritan perahu nelayan di sepanjang Sungai Dasun. Dahulu, Lasem merupakan bagian dari kota pelabuhan di Jalur Rempah Indonesia. Budaya bahari atau melayari Lasem masih bertahan sampai sekarang dengan adanya Desa Dasun, Sungai Lasem/Sungai Babagan. Tak heran, banyak motif batik Lasem yang dikaitkan dengan ciri budaya maritim. Salah satunya adalah tingginya, kayu melengkung yang duduk di haluan dan buritan kapal.
Motif batik ini dihias dengan motif talli, ikan bandeng, bandeng dan ekor udang, latohan, koin kepeng, bunga tanaman druju dan ombak.
Batik ini menggunakan warna merah dan biru atau ‘bang biron’ untuk menghadirkan ciri warna klasik Lasem. Stilisasi bentuk linggi terlihat seperti bulan sabit (bulan), yang merupakan simbol kelembutan yang menghibur dalam budaya Jawa. Begitu pula dalam budaya Tionghoa, bulan merupakan lambang kemakmuran dan ikatan kekeluargaan yang erat.
6. Madaharsa oleh Abipraya Group (Universitas Negeri Surabaya)
Madaharsa berarti ‘cinta dan kesucian’. Nama ‘Madaharsa’ diibaratkan sebagai pujian agar nantinya batik ini memiliki nilai yang tinggi dalam karya anda. Inspirasi karya terdiri dari burung dan peony. Burung Phoenix adalah motif utama yang melambangkan dunia atas (langit) dan burung mitologi yang melambangkan keberuntungan. Sementara itu, bunga-bungaan sebagai motif pendukung memiliki berbagai makna kehormatan dan keindahan abadi.(dua)
BACA JUGA:
Inovasi Batik Kidang Mas Lasem, menawarkan warna-warna pastel untuk kolaborasi Metaverse