Jakarta – Delapan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) berada dalam menangani perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) atau sengketa pilpres 2024. Salah satu hakim itu adalah M. Guntur Hamzah. Dia diangkat bermetamorfosis menjadi Hakim Konstitusi pada akhir 2022 lalu.
Selama menjadi hakim, Guntur sempat dijatuhkan sanksi oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) sebagai teguran tertulis. Hal ini berkaitan dengan tindakan hukum pengubahan putusan MK. Guntur terbukti telah terjadi mengubah frasa putusan MK, juga melanggar penerapan prinsip integritas di sapta karsa hutama.
“Menjatuhkan sanksi teguran ditulis untuk hakim terduga,” kata Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna pada waktu membacakan amar putusan di sidang pleno pengucapan putusan dalam Gedung MK, Senin, 20 Maret 2023.
I Dewa Gede Palguna mengumumkan Putusan Nomor 1/MKMK/T/02/2023, Senin, 20 Maret 2023. MKMK menyatakan Guntur yang tersebut dilantik Presiden Joko Widodo pada 23 November 2022 itu terbukti melakukan pelanggaran terhadap kode etik lalu perilaku hakim konstitusi. “Sebagaimana tertuang pada sapta karsa hutama, di hal ini bagian dari penerapan prinsip integritas,” ujarnya.
MKMK menyatakan Guntur memang benar berhak mengubah frasa dengan alasan aksi yang disebutkan direalisasikan sebagai usulan pembaharuan dan juga perbaikan putusan di ruang lingkup kekuasaan kehakiman. Tapi, Guntur kekal dinilai melanggar etik lantaran beragam pertimbangan.
Salah satunya sebab usulan pembaharuan frasa itu dikerjakan sewaktu masih ada kontroversi menghadapi pengangkatannya sebagai hakim MK menggantikan Aswanto. Selain itu, Guntur juga tiada bergabung memutus Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 103/PUU-XX/2022.
Dugaan pemalsuan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 103/PUU-XX/2022 yang tersebut berasal dari gugatan advokat Zico Leonardo itu berjalan pada uji materi Pasal 23 ayat 1 serta 2 juga Pasal 27 UU MK. Uji materi ini diajukan sebagai respons berhadapan dengan pencopotan Aswanto sebagai hakim konstitusi pada 29 September 2022.
Zico menemukan kejanggalan pada putusan MK melawan uji materi tersebut. Sebab, putusan yang tersebut dibacakan berbeda dengan salinan yang ia terima. Pada putusan yang dibacakan terdapat frasa “dengan demikian”, sedangkan di salinan frasa itu berubah berubah menjadi “ke depan”. Dia menduga pembaharuan itu memang sebenarnya sengaja sehingga patut diduga telah terjadi melanggar Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat.
Berikut merupakan profil Guntur Hamzah.
Dilansir laman resmi Mahkamah Konstitusi, Guntur Hamzah, lahir di dalam Makassar, Sulawesi Selatan, pada tanggal 8 Januari 1965. Ia menyelesaikan lembaga pendidikan sarjana hukum (S1) dalam Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar pada 1988.
Setelah itu, ia melanjutkan institusi belajar magister hukum (S2) pada Rencana Pascasarjana Universitas Padjajaran, Bandung pada 1995. Prestasi beliau semakin gemilang saat beliau menyelesaikan institusi belajar Doktor (S3) di Proyek Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya pada 2002 dengan predikat kelulusan “cum laude”.
Sejak Februari 2006, Guntur Hamzah sudah pernah menjabat sebagai Guru Besar pada bidang Hukum Administrasi Negara kemudian Hukum Tata Negara dalam Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas). Ia telah dilakukan mencapai pangkat Pembina Utama lalu golongan IV/e pada waktu ini.
Selain itu, ia juga pernah melakukan benchmarking untuk inisiatif pascasarjana juga mempelajari secara mendalam pelaksanaan student centre learning (SCL) dalam National University of Singapore, University Kebangsaan Malaysia, juga Chulalongkorn University di Thailand.
Terlepas dari karier lalu jabatan akademisnya, Guntur Hamzah juga tercatat pernah menjabat sebagai Tenaga Ahli pada Direktorat Direktorat Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri pada 2011–2012.
Ia diketahui juga sempat menduduki tempat sebagai Kepala Pusat Pendidikan Pancasila lalu Konstitusi juga Kepala Pusat Penelitian, Pengkajian Perkara, dan juga Pengelolaan Teknologi Pengetahuan dan juga Komunikasi pada Mahkamah Konstitusi.
Nama Guntur Hamzah semakin dikenal masyarakat di mana memegang jabatan sebagai Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi pada 2015. Hingga pada 23 November 2022, Jokowi melantiknya berubah menjadi Hakim MK menggantikan Aswanto yang tersebut diberhentikan oleh DPR sebab dinilai memiliki kinerja yang digunakan mengecewakan.
Selain tugasnya sebagai Hakim Konstitusi, Guntur Hamzah juga diberi kepercayaan untuk menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan juga Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) untuk masa bakti 2021-2025. Pemilihan yang disebutkan berlangsung pada acara Musyawarah Nasional VI APHTN-HAN yang tersebut diadakan di Samarinda pada tanggal 3-4 Februari 2021.
TIM TEMPO
Artikel ini disadur dari Kontroversi Hakim MK Guntur Hamzah yang Ikut Tangani Sengketa Pilpres