GP Ansor Bela Yaqut dari Pendisiplinan PKB: Terlalu Reaktif dan Arogan

GP Ansor Bela Yaqut dari Pendisiplinan PKB: Terlalu Reaktif kemudian Arogan

GP Ansor membela Menteri Agama  terkait pernyataan jangan memilih pemimpin dikarenakan bermulut manis serta berwajah tampan.  meyakini pernyataan yang merupakan sekolah kebijakan pemerintah untuk masyarakat.

Wakil Sekjen Pimpinan Pusat GP Ansor Wibowo Prasetyo mengatakan pilihan capres juga cawapres tak semata didasarkan pada tampilan fisik serta cara berkomunikasi, tapi juga pada rekam jejaknya.

Oleh akibat itu, ia menilai pernyataan Yaqut, yang mana juga menjabat sebagai Ketua Umum GP Ansor, justru positif juga edukatif. Terlebih, Yaqut tak menyebut sosok, tapi kriteria, sehingga memancing warga lebih banyak banyak cerdas dalam memilih calon pemimpin bangsa.

“Pernyataan Menteri Agama itu normatif, memberikan sekolah kebijakan pemerintah kepada warga negara agar memilih calon pemimpin tiada dari penampilan semata-mata tapi juga dari track record-nya, dari jejak rekamnya,” kata Wibowo, Minggu (1/10), mengutip Detik.

Track record capres serta cawapres sangat penting, terutama rekam jejak dalam penyelenggaraan agama sebagai alat politik. Sebagai Menteri Agama, Gus Men tentu harus menyampaikan hal ini ke penduduk sebagai sekolah politik,” imbuhnya.

Baca juga:  Jokowi Panggil Menteri Agama Yaqut ke Istana

Pernyataan Yaqut ini sebelumnya sempat dipermasalahkan oleh PKB. Partai pimpinan Muhaimin Iskandar atau Cak Imin itu berencana mendisiplinkan Yaqut, yang mana yang juga kader PKB, atas pernyataannya itu.

Menurut Wibowo respons PKB atas pernyataan Yaqut sangat reaktif serta juga arogan. Apalagi pernyataan yang disebut bukan menyebutkan salah satu nama kandidat capres serta cawapres.

“Soal pendisiplinan, saya kira itu terlalu reaktif kemudian arogan. Faktanya, Gus Men mirip sekali tiada menyebut nama dalam pernyataannya. Sekali lagi, Gus Men cuma sekali menyebut kriteria serta itu wajar bahkan perlu untuk lembaga institusi belajar politik,” ujar dia.

Senada, Kadensus 99 GP Ansor Nuruzzaman menilai respons dari Cak Imin lalu Waketum PKB Jazilul Fawaid terkait pernyataan Yaqut juga dianggap berlebihan. Ia bahkan menyebut Cak Imin serta Jazilul sebagai politikus baperan.

“Cak Imin lalu Jazil ini politisi baperan. Pernyataan seperti itu memang harus disampaikan Gus Men sebagai Menteri Agama. Kalau jadi politisi baperan mending berhenti hanya saja dari politisi. Mereka berdua juga dapat gaji dari uang rakyat lho. Tugas merek bukan mem-framing pernyataan Menag, tapi harusnya menyokong pernyataannya,” ucap Nuruzzaman.

Baca juga:  Norman Kamaru hingga Susno Duadji Jadi Caleg PKB

Menurut dia respons Cak Imin lalu Jazilul juga harus dipertanyakan. Ia menduga keduanya baper oleh sebab itu merasa menggunakan agama untuk kepentingan elektoral.

“Jangan-jangan merekan berdua baper akibat merasa menggunakan agama untuk kepentingan elektoral? Harusnya dia berdua setuju dengan pernyataan Menteri Agama. Kenapa jadi takut serta baper begitu?” ungkap dia.

PKB sebelumnya menyiapkan langkah pendisiplinan bagi Yaqut Cholil buntut pernyataannya jangan pilih pemimpin oleh sebab itu bermulut manis serta berwajah tampan.

“Kalau sebagai kader PKB, kami tentu sudah menyiapkan langkah-langkah pendisplinan,” kata Jazilul.

Jazilul menegaskan cepat atau lambat pendisiplinan terhadap Yaqut itu akan dilakukan. Menurutnya, konstituen PKB juga bisa jadi semata membedakan mana kader PKB yang tersebut dimaksud sebenarnya.

Polemik ini bermula saat Yaqut mengajak untuk memilih pemimpin yang digunakan dimaksud tak cuma pandai berbicara kemudian bermulut manis. Ia memohon agar publik mencermati betul rekam jejak para calon yang dimaksud akan bertarung nanti.

Track record-nya bagus syukur, mukanya ganteng syukur, bicaranya manis, itu dipilih. Kalau nggak ya jangan, jangan pertaruhkan negeri ini kepada orang yang tersebut mana tak mempunyai perhatian kepada kita semua, cek track record-nya,” kata Yaqut.

Baca juga:  Cak Imin Tertawa, Omongan Menag Yaqut Dicap Seperti Buzzer

Selain itu, ia mengingatkan agar tak memilih pemimpin yang tersebut digunakan menggunakan agama untuk kepentingan politik. Meski ia meyakini urusan kebijakan pemerintah tak akan terlepas dari agama.

Pada kesempatan itu, Yaqut juga mengungkit Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017 serta pilpres 2014 serta juga 2019 yang digunakan mana menurutnya menggunakan agama sebagai alat politik. Ia menilai hal itu merupakan sejarah yang itu tidaklah ada baik dalam kebijakan pemerintah Indonesia.

Sumber: CNN Indonesia