SEPUTARPANGANDARAN.COM, JAKARTA – Gaya kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terus menjadi sorotan banyak kalangan. Pengamat Sektor Bisnis serta Politik, Faisal Basri pun berpendapat Jokowi terus melakukan perusakan sistem demokrasi di dalam Indonesia.
“Jokowi ini kan dari hari ke hari melakukan kehancuran terus-menerus, jadi bukan terbayangkan oleh kita kalau Jokowi tepat sebagai Presiden sampai Oktober dengan kerusakan yang mana dahsyat. Karena itulah kita memohonkan Pak Jokowi baik-baik jangan cawe-cawe. Dia akui kan cawe-cawe ia presiden dan juga ia punya kepentingan pribadi untuk mempertahankan kekuasaannya,” ujar Faisal Basri di 33 Jam Live Podcast Aksi Aktivis 98, Selasa (13/2/2024).
Dia menyatakan bahwa Jokowi memiliki kepentingan pribadi untuk mempertahankan kekuasaannya lewat pencalonan anaknya sebagai delegasi presiden.
“Takut kita? Tidak, ini negara demokrasi ayo bersaing secara sehat, beretika, kemudian dilandasi dengan moralitas. Apalagi ini calon pemimpin bangsa yang tersebut standar nilainya harus tinggi,” tegas Faisal.
Faisal meminta publik agar kepentingan pemilihan umum yang mana sebentar lagi berlangsung itu harus jujur, adil, kemudian bukan ada kecurangan, bebas, rahasia. Meski begitu, ia mengatakan pilpres kali ini hampir mustahil adil kalau presidennya masih Jokowi.
“Jadi jangan ditakuti-takuti rakyat, jangan gunakan aparat, polisi ,tentara, aparat desa, sampai bupati, wali kota lalu gubernur. Kita menerima apapun hasilnya. Namun, hampir mustahil pilpres ini jujur juga adil kalau presidennya masih Jokowi yang penuh dengan cawe-cawe yang dimaksud kian hari kian nyata. Untuk itu, penduduk ini kan bikin aksi kawal pilpres kemudian macem-macem lagi ya, kita monitor terus dari waktu ke waktu supaya bukan terjadi kecurangan yang digunakan massif,” tandas dia.
Lebih lanjut, beliau menambahkan bahkan para konglomerat telah mengumumkan arogansinya dengan menyatakan sepertiga kekuatan ekonomi Indonesia akan membantu Prabowo, kekuatan uangnya luar biasa.
“Kemudian ada upaya memakzulkan Jokowi, tapi kan secara konstitusiaonal ini lewat DPR kan, serta DPR-nya belum ada yang dimaksud gerak. Tapi sudah ada mulailah ada petisi 100 untuk menunjukkan ada perlawanan dari rakyat. Tapi waktunya cukup panjang udah pasti menyeberangi pemilu.”
“Ada aksi moral juga seperti dorongan untuk menteri-menteri yang mana masih waras yang masih punya integritas itu mundur. Kenapa mundur? Karena para menteri ini punya standar nilai kualitas yang mana tinggi. Makanya jadi menteri. Ada yang digunakan dari akademisi, ada yang tersebut dari teknokrat itu ada standarnya,” tegasnya.
Sumber Sindonews