SEPUTARPANGANDARAN.COM, Jakarta – Ganjar Pranowo serta Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto beranggapan bahwa sudah pernah terjadi anomali di hasil quick count atau hitung cepat yang digunakan diselenggarakan berbagai lembaga survei. Anomali yang dimaksud terdapat pada disparitas perbedaan pernyataan Ganjar serta pernyataan PDIP dalam legislatif.
Di Pemilihan Presiden 2024, Ganjar menduduki peringkat paling bontot dengan perolehan pernyataan sekitar 17 persen. Sementara itu, dari survei LSI Denny JA, PDIP menduduki sikap paling menghadapi dengan 16,82 persen suara.
Dosen Bidang Studi Politik Universitas Gadjah Mada (UGM), Arga Pribadi Imawan, beranggapan bahwa pengumuman Ganjar juga PDIP cukup selaras. Menurutnya, jikalau berbicara tentang anomali, maka sebenarnya hasil quick count menunjukkan kata-kata Ganjar serta PDIP “Kalau misalnya kita lihat secara real count, ucapan ganjar lalu pdip kan mirip menyentuh 17 persen, PDIP 16 sekian,” katanya.
Dari jumlah keseluruhan perolehan pengumuman Ganjar serta PDIP, Arga menilai bahwa sebenarnya telah sangat menunjukkan peta koalisi. Ia pun menelaah persenan ucapan yang disebutkan dengan dua skenario. “Pertama, ganjar hanya saja didongkrak popularitas PDIP. Kedua, PDIP mungkin saja hanya saja menyumbang sekitar 12 persen, sisanya tentang militannya partai koalisi, seperti PPP. Perindo, juga Hanura,” ujar Arga.
Menurutnya, tidak ada ada anomali yang digunakan terjadi di area hasil hitung cepat. “Bagaimanapun quick count ada metodologinya sendiri juga menjadi salah satu instrumen yang sangat baik pada mengamati kecenderungan pemilih Indonesia pada Pemilu,” ujarnya.
Lebih lanjut, Arga menyatakan bahwa klaim anomali menandakan ciri khas politisi yang dimaksud abai terhadap kalkulasi saintifik. Ia pun memperlihatkan tentang pernyataan Bambang Pacul yang digunakan menyanggah lembaga survei bahwa pengumuman Ganjar-Mahfud terus merosot. Saat itu, Bambang menyanggah akibat beranggapan bahwa hasil survei yang dimaksud tiada bisa jadi dipercaya oleh sebab itu merupakan survei milik orang lain.
Arga menuturkan bahwa sebetulnya, survei dari berbagai lembaga sebelum pemilihan 2024 menjadi warning bagi PDIP untuk memasukkan perhitungan saintifik. Perhitungan yang digunakan dimaksud adalah melakukan evaluasi bagian yang mana kurang, alasan mengapa ucapan merosot, serta seterusnya. “Menurut saya kekurangan PDIP adalah mereka cenderung apatis terhadap kalkulasi saintifik sehingga tiada bisa saja menerima hasil quick count,” katanya.
Di sisi lain, Arga menilai merosotnya pengumuman Ganjar juga sebab kondisi internal PDIP. Menurutnya, ketika ini internal PDIP terpecah menjadi loyalis Jokowi serta loyalis PDIP. Namun, ia tak memungkiri bahwa loyalis Jokowi tambahan banyak serta itu berpengaruh terhadap perolehan kata-kata Ganjar.
“Ini menjadi refleksi penting bagi PDIP dikarenakan belum sanggup mengambil sikap tegas untuk menindak atau memutus status keanggotaan Jokowi,” ucapannya .
Ketidaktegasan PDIP berimplikasi pada bingungnya rakyat untuk memilih. Menurutnya, kalau memang sebenarnya telah ada indikasi Jokowi mengupayakan Prabowo, maka seharusnya PDIP dengan segera keluarkan Jokowi. “Cut saja, tak kesulitan Jokowi Effect atau apa. Bangun lagi citra PDIP lalu Ganjar yang benar-benar baru,” kata Arga.
Terkait dengan klaim anomali, Arga menghadirkan untuk kembali meninjau pemilihan 2019. Ketika itu, Prabowo yang digunakan kalah di quick count pun menunjukkan sikap denial. “Menurut saya kondisi orang ksatria yang digunakan kalah tempur cenderungnya akan seperti itu,” kata dia.
Sumber Tempo