Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) akan menjatuhkan putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) atau sengketa Pilpres 2024 pada Senin, 22 April mendatang. Sebelum putusan, pada Selasa, 16 April besok, para hakim juga akan mendengarkan kesimpulan dari beraneka pihak.
Pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana mensimulasikan tiga kemungkinan putusan berdasarkan Pasal 77 Undang-Undang MK juncto Peraturan MK Nomor 4 Tahun 2023.
Pertama, permohonan tiada dapat diterima (Niet Ontvankelijke Verklaard). Kedua, permohonan dikabulkan. Ketiga, permohonan ditolak. Denny berpendapat bahwa MK kemungkinan tidak ada akan menolak permohonan dikarenakan permohonan paslon 01 juga 03 telah dilakukan memenuhi kondisi formil.
Dia memperkirakan bahwa MK kemungkinan akan mengambil salah satu dari empat opsi. Opsi pertama, yakni MK akan menolak seluruh permohonan kemudian semata-mata memberikan catatan perbaikan pilpres. Dalam opsi ini, Denny mengatakan MK akan menguatkan putusan KPU yang tersebut meraih kemenangan Prabowo-Gibran, serta hanya saja memberikan catatan perbaikan penyelenggaraan pilpres, utamanya untuk KPU lalu Bawaslu.
“Mahkamah pada dasarnya menyatakan dalil-dalil permohonan tiada terbukti. Melihat situasi-kondisi kebijakan pemerintah hukum pada Tanah Air, saya berpandangan opsi satu ini yang sangat kemungkinan besar berubah menjadi kenyataan,” ujar Denny di keterang resminya pada Senin, 15 April 2024.
Opsi kedua, MK akan mengabulkan seluruh permohonan, satu di antaranya diskualifikasi paslon Prabowo-Gibran, juga melakukan PSU (Pemungutan Suara Ulang) antara paslon nomor urut 1 juga 3. Namun, menurut Denny, opsi ini sulit terjadi.
“Dari semua opsi, meninjau situasi-kondisi kebijakan pemerintah hukum di Tanah Air; satu di antaranya rumit dan juga sulitnya proses pembuktian, saya berpandangan opsi dua ini hampir muskil bin mustahil terjadi,” imbuh Denny.
Adapun opsi ketiga, Denny memprediksi MK akan mengabulkan sebagian permohonan dengan mendiskualifikasi cawapres Gibran Rakabuming Raka, juga memungkinkan PSU dengan Prabowo Subianto dengan cawapres pengganti Gibran. Namun menurut dia, opsi yang disebutkan tatap tiada enteng kemudian membutuhkan tidaklah cuma keyakinan hakim ataupun judicial activism, tetapi juga keberanian, pengakuan, serta introspeksi institusional bahwa problem moral-konstitusional pencalonan Gibran bersumber dari Putusan 90 MK.
Selain ketiga opsi tersebut, mantan Wakil Menteri Hukum dan juga Hak Asasi Individu (Wamenkumham) juga menuturkan, MK kemungkinan besar juga akan mengabulkan sebagian permohonan dengan membatalkan kemenangan Cawapres Gibran dan juga melantik hanya saja Cawapres Prabowo, setelah itu memerintahkan Pasal 8 ayat (2) UUD 1945.
Namun, menurut Denny, opsi keempat membutuhkan penjelasan lebih besar panjang oleh sebab itu bukan ada pada permohonan kubu 01 maupun 03, sehingga berubah menjadi ultra petita. Dia menambahkan, dasar amar demikian ada dua. Hal ini disebabkan oleh sifat peradilan konstitusional tata negara yang dimaksud memungkinkan MK untuk mengambil langkah pada luar permintaan para pihak, demi menjaga kehormatan konstitusi.
MK dapat melakukan ini berdasarkan Pasal 53 ayat (2) Peraturan MK Nomor 4 Tahun 2024, yang memberikan kewenangan untuk MK untuk menambahkan amar di putusannya.
Dalam putusannya, MK kemungkinan akan membatalkan kemenangan cawapres Gibran. Menurut Denny, itu tidak akibat persoalan pencawapresan yang mana telah terlanjur absah lewat Putusan 90 lalu beraneka putusan MK lainnya. Namun, marena berubah-ubah pertimbangan konstitusional.
Pertama yakni cawe-cawe Presiden Joko Widodo terbukti, dari pernyataan lalu tindakan Presiden Jokowi sendiri, lalu hal demikian melanggar prinsip pemilihan umum presiden yang dimaksud luber, jujur, serta adil sebagaimana diatur di Pasal 22E ayat (1).
Melalui Putusan 90 lalu beberapa Putusan MK sesudahnya, meskipun secara hukum tidak ada ada permasalahan dengan pencawapresan Gibran, tetapi terdapat pelanggaran prinsip anti KKN kemudian nepotisme yang digunakan melanggar prinsip pemilihan umum yang digunakan dijamin UUD 1945.
Kemenangan Prabowo-Gibran permanen dikuatkan oleh MK sekalipun pelanggarannya tidaklah dapat dibuktikan, dengan komplikasi, bahwa pernyataan paslon nomor urut 2 tentunya adalah hasil kerja keduanya sebagai Paslon.
“Opsi keempat ini sejatinya punya bobot politis, selain yuridis. Karena ia seakan-akan berubah menjadi jalan berada dalam (kompromis) antara hukum yang mana moralis-idealis dengan urusan politik yang digunakan pragmatis-realistis,” kata Denny.
Denny menyoroti pentingnya dukungan politik, tidak cuma keberanian mayoritas hakim MK, tetapi juga partai-partai kebijakan pemerintah untuk bersepakat merealisasikan opsi putusan keempat. Namun, sejauh ini, Denny menyimpulkan belum terlihat adanya kekuatan urusan politik yang mana berani menentang pelanggaran konstitusi yang digunakan dikerjakan oleh Presiden Jokowi.
Denny juga meragukan bahwa para hakim akan mengambil langkah yang dimaksud berani dan juga idealistis pada situasi tersebut.
“Terus terang saya tiada yakin, para Hakim Konstitusi mau berkorban lalu menjadi pahlawan demi menyelamatkan negara demokrasi konstitusional Republik Indonesia,” ujar Denny.
Prediksi Denny adalah bahwa MK kemungkinan akan memutuskan untuk menolak seluruh permohonan kemudian hanya saja memberikan catatan perbaikan untuk pilpres tahun ini.
“Saya prediksi, MK belum punya dukungan bukti lalu keberanian untuk memutus di luar opsi putusan yang tersebut pertama, yaitu: Menolak seluruh permohonan, serta cuma memberikan catatan perbaikan melawan pelaksanaan Pilpres 2024,” ujar dia.
Artikel ini disadur dari Denny Indrayana Sebut 4 Opsi Putusan MK soal Sengketa Pilpres 2024