Jakarta – Empat kali di sepekan, anak-anak Sekolah Dasar Negeri Atti, Distrik Minyamur, Mappi, bergilir menggunakan komputer tablet. Siswa-siswi pada pedalaman Papua Selatan itu belajar mengetik juga mengeksplorasi fungsi-fungsi lain dari komputer jinjing itu secara bergantian lantaran hanya saja tersedia tiga unit.
Dengan kondisi terbatas tersebut, salah satu guru SDN Atti, Diana Christiana Da Costa Ati, sudah ada sangat bersyukur akibat akhirnya anak-anak didiknya mulai mengenal perkembangan teknologi sejak duduk dalam bangku sekolah dasar. “Kami dapat bantuan tab. Listrik dan juga jaringan juga mulai tersedia dari tenaga surya,” ujar Diana, menceritakan perkembangan kontestan didiknya, Minggu, 7 Juli lalu.
Diana merupakan Guru Penggerak Daerah Terpencil ke Wilayah Mappi sejak 2018. Proyek ini merupakan inisiasi dari Kepala Daerah Mappi periode 2017-2022 Kristosimus Yohanes Agawemu bekerja serupa dengan Gugus Pekerjaan Papua Universitas Gadjah Mada (UGM). Terdapat sekitar 500-an guru yang tersebut dikontrak oleh Kepala Kabupaten Kristosimus pada saat untuk bekerja berubah menjadi guru di Kota Mappi selama dua tahun. Kontrak bisa saja diperpanjang melawan keinginan dari guru yang digunakan bersangkutan kemudian verifikasi dari Dinas Pendidikan Kota Mappi.
Kondisi ruang kelas SDN Atti Papua Selatan setelahnya renovasi. Dokumentasi Diana Christiana Da Costa Ati
Diana pada waktu awal bertugas dalam Kampung Kaibusene, Distrik Haju, selama dua tahun. Ketika pandemi pandemi Covid-19 melanda seluruh dunia, kegiatan belajar mengajar sempat terganggu lalu para guru penggerak sejumlah yang digunakan pulang ke kampung halaman. Pun kontrak dua tahun sudah ada berakhir. Namun Diana memutuskan Kembali ke Daerah Mappi pasca libur lama dalam kampung halamannya, Atambua, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Diana kembali meneken kontrak sebagai guru penggerak pada 2021 itu. Dia kemudian ditugaskan oleh Kepala Kabupaten Kristosimus ke Kampung Atti, Distrik Minyamur, Kota Mappi. Ketika itu, kegiatan belajar-mengajar ke Kampung Atti berhenti lama lantaran guru maupun kepala sekolah tak pernah berkunjung. Karena itu, para siswa meskipun sebelumnya sudah ada kelas 6 pun tak dapat membaca. Apalagi anak-anak pada bawahnya.
Selanjutnya di Kampung Atti terdapat sekitar 20 kepala keluarga…
- 1
- 2
- 3
- Selanjutnya
Artikel ini disadur dari Cerita Diana menjadi Guru Penggerak untuk Berantas Buta Huruf di Pedalaman Papua Selatan