Asosiasi Presisi Minta KPU juga Bawaslu Antisipasi Kerawanan Penyelenggaraan pemilihan

Asosiasi Presisi Minta KPU juga Bawaslu Antisipasi Kerawanan Penyelenggaraan pemilihan

SEPUTARPANGANDARAN.COM, JAKARTA – Asosiasi Perkumpulan Penyelenggara Studi Persepsi Publik Indonesia (Presisi) mendesak KPU juga Bawaslu bergerak cepat mengantisipasi kerawanan pemilu. Mereka berpendapat kondisi kebijakan pemerintah yang dimaksud kian dinamis potensial mengancam kredibilitas lalu legitimasi pemilihan 2024.

“Penyelenggara pilpres (KPU juga Bawaslu) harus cepat mengantisipasi kerawanan pemilu. Tidak boleh ada kelompok yang digunakan berupaya mendelegitimasi pilpres lewat cara apa pun,” ujar Ketua Umum Asosiasi Presisi Mohammad Anas RA, Selasa (13/2/2024).

Apalagi situasi terakhir menunjukkan kondisi yang mana mulai mengkhawatirkan. Aksi berunjuk rasa guru besar kemudian sivitas akademika yang mana masif terjadi belakangan lalu munculnya satu paslon yang dijadikan musuh bersatu (common enemy) dapat menciptakan kerawanan penyelenggaraan pemilu.

Karena itu, negara harus mengantisipasi hal tersebut. Jika tidak ada dilaksanakan dengan baik, kondisi ini cuma akan menghasilkan kembali pilpres yang dimaksud dianggap bermasalah juga tak legitimate.

“Terus terang, dengan kondisi yang mana terjadi akhir-akhir ini negara sebenarnya sedang berada pada sedang propaganda kerawanan penyelenggaraan pemilu. Padahal, dengan seluruh sumber dayanya negara mampu mengatasi hal tersebut. Tujuannya tentu semata-mata untuk pilpres yang digunakan kredibel juga legitimate,” ungkap Anas.

Baca juga:  Pemerintah, DPR dan KPU Sepakat, Pemilu 2024 Digelar 28 Februari

Wakil Ketua Umum Asosiasi Presisi Azhari Ardinal juga menuntut pelopor pilpres mempersiapkan penyelenggaraan pilpres secara baik. Penyelenggara pilpres harus seoptimal mungkin saja meminimalisir ketidakpercayaaan masyarakat lalu prospek kerawanan penyelenggaraan pemilu.

“Harus diantisipasi dengan segala opsi serta kemungkinan. Penyelenggara tidak ada boleh membiarkan pemilihan umum kurang legitimate dan juga tak dipercayai publik, apalagi sampai menciptakan kerawanan penyelenggaraan pemilu,” kata Azhari.

Dia mengusulkan pemerintah memaksimalkan skema pelibatan pemantau independen. Melalui skema tersebut, setidaknya pemerintah berupaya menyokong partisipasi umum sehingga mempengaruhi penguatan legitimasi pemilu.

“Ya, semakin banyak pemantau independen maka itu berarti penyelenggaraan pemilihan umum semakin terbuka untuk pengawasan publik. Warga akhirnya percaya bahwa pilpres berlangsung dengan jurdil kemudian rumor ketidaknetralan itu akhirnya menjadi bukan benar alias bohong belaka,” ujarnya.

Sumber Sindonews