MerahPutih.com – Putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang mengabulkan gugatan Partai Prima yang memerintahkan KPU menunda pemilihan umum 2024 memiliki jejak yang panjang.
Peneliti dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) berinisiatif melaporkan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ke Komisi Yudisial (KY).
Dalam laporannya, Perludem menggandeng Firma Hukum Themis Indonesia. Penanggung jawab kasus tersebut diserahkan kepada kuasa hukum Ibnu Syamu Hidayat.
Baca juga:
KY akan memanggil hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk menindaklanjuti putusan penundaan pilkada
Anggota Perludem Saleh Al Ghifari mengatakan, laporan ini disampaikan Perludem karena majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dinilai melanggar kode etik, karena mengabulkan perkara yang bukan kewenangan mutlaknya.
Hal ini tentunya bertentangan dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Perbuatan Pemerintah dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Salah Badan dan/atau Pejabat Pemerintah.
“Menurut kami, ini melanggar kode etik, kami nilai ini pada dua poin profesionalisme, (dan) hakim harus mengacu pada nilai-nilai hukum luhur masyarakat,” kata Saleh di Jakarta Pusat, Senin (6/6). /3).
Baca juga:
Jokowi mendukung kasasi KPU atas putusan PN Jakarta Pusat terkait penundaan Pilkada 2024
Hingga kesimpulan Perludem, putusan Pengadilan Negeri Jakarta sangat tidak etis karena sebenarnya majelis hakim memiliki pengetahuan yang luas untuk tidak menimbulkan perdebatan dalam memutus suatu perkara.
“Mengacu pada menjalankan fungsinya dengan pengetahuan yang luas, majelis hakim mengabaikan konstitusi,” ujarnya. (asp)
Baca juga:
PDIP akan melawan mereka yang ingin menunda Pilkada 2024