MerahPutih.com – Kritik Presiden Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) terkait pertumbuhan ekonomi Indonesia yang menurun dan utang negara yang meningkat, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) langsung merespons.
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PPP, Ahmad Baidowi mengatakan, sepanjang 2022, PDB per kapita Indonesia mencapai US$4.783. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan puncak pandemi tahun 2020, yaitu $3.911.
Baca juga
AHY memanfaatkan utang Indonesia yang meroket
Indonesia, kata pria yang akrab disapa Awiek ini, merupakan negara dengan pertumbuhan tertinggi kedua dibandingkan negara-negara G20 pada kuartal pertama tahun 2023.
Pada saat yang sama, negara maju menghadapi inflasi tinggi, pertumbuhan rendah, dan bahkan resesi.
“Indikator positif lainnya adalah industri manufaktur (Indonesia) mengalami peningkatan PMI menjadi 52,5 pada Juni 2023. Hasilnya, angka pengangguran bisa ditekan,” ujarnya kepada tim media di Jakarta, Minggu (16/7). ).
Baca juga
PKS merespon langkah demokrasi dengan memasang baliho Anies-AHY
Lebih lanjut, terkait utang negara yang semakin besar, Awiek mengatakan, AHY jangan melihat dari sisi beban. Dia meminta AHY tidak mempengaruhi opini publik.
“Namun, utang jangan dilihat di satu sisi sebagai beban, tapi juga sebagai beban untuk menikmati menjaga perekonomian melalui pembangunan infrastruktur, misalnya,” ujarnya.
Dia mendesak AHY untuk menganalisis data secara objektif agar tidak menyampaikan opini publik bahwa situasi ekonomi Indonesia sedang buruk.
“Silakan apel ke apel Jika Anda bandingkan dengan negara ASEAN dan G20 lainnya, Anda akan melihat bahwa kinerja ekonomi Indonesia cukup positif”, lanjutnya.
Awiek menyebutkan bahwa kepuasan terhadap pemerintahan Jokowi secara konsisten tinggi di berbagai hasil survei. Ia menilai AHY kurang update dengan perkembangan ekonomi terkini.
“Indonesia berhasil mencapai status negara berpendapatan menengah ke atas setelah pulih dari krisis pandemi,” pungkas Awiek. (Knu)
Baca juga
Di hadapan publik figur, AHY mengaku sudah 9 tahun vokal mengkritik pemerintah